JAKARTA. Penyaluran kredit dalam valuta asing (valas) masih mengalir deras. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), per akhir Maret 2011 kredit valas mencapai Rp 284,339 triliun, tumbuh 3,98% dibanding Desember 2010 (year to date /ytd). Jika dibandingkan periode sama tahun lalu (year on year/yoy), nilainya meningkat 43,01% . Pencapaian ini terbilang mengejutkan. Pertama, BI baru saja menaikkan setoran giro wajib minimum(GWM) valas dari 1% menjadi 5%. Kebijakan pengetatan likuiditas valas ini menaikkan biaya dana bank hingga berpotensi mengerek bunga kredit valas. Kedua, pasar ekspor belum sepenuhnya pulih. Krisis Eropa, kompetisi dengan produk China dan bencana di Jepang, menekan permintaan produk. Ini mempengaruhi pembiayaan perdagangan.
Abdullah Firman Wibowo, SVP Kepala Divisi Tresuri Bank BNI menjelaskan, kenaikan setoran GWM valas memang mempengaruhi kredit, tapi dari sisi permintaan debitur. "Kalau efek ke ketersediaan valas, tidak ada," katanya. Kenaikan GWM ini, berdampak ke pricing kredit sehingga mempengaruhi minat debitur. "Uang di GWM valas tidak mendapat return, menaikkan cost of fund kita. Ini dampaknya terhadap lending rate," kata Abdullah. Berdasarkan data BI, kelompok bank swasta menjadi motor pertumbuhan kredit valas. Nilainya Rp 93,080 triliun atau 32,73% dari total kredit valas. Angka tersebut tumbuh 55,92% (yoy).