Kebijakan LTV targeted, ini kata bankir



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengatakan akan memperkuat stabilitas sistem moneter dengan menyempurnakan beberapa kebijakan. Antara lain mengenai Giro Wajib Minimum rata-rata (GWM averaging) yang akan mencakup rupiah, valuta asing baik di bank konvensional maupun bank syariah.

Selain itu, bank sentral juga menyebut di tahun 2018 akan mengeluarkan kebijakan loan to value (LTV) menjadi berdasarkan jenis properti dari besar, mewah, dan kelas menengah ke bawah.

Kebijakan LTV ini agak berbeda dengan usulan awal Bank Indonesia yang menyebut akan mengatur LTV berdasarkan wilayahnya alias spasial.


Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan perubahan ide ini dikarenakan berdasarkan kajian BI selama tiga bulan terakhir terkait LTV spasial belum memiliki data yang cukup.

Alhasil, bank sentral mengatakan kebijakan ini sebagai LTV targeted ini juga akan mencakup kredit kepada properti di bidang apartemen, rumah susun, atau bentuk-bentuk lain.

"Kami mengkaji selama tiga bulan LTV spasial atau berdasarkan basis kewilayahan. Tapi kami tidak data tidak cukup efektif bila kami lakukan LTV spasial dan kemudian kami minta ke departemen makroprudensial untuk mengkaji berdasarkan targeted alias segmentasi," katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (28/11) silam.

Kendati hal ini masih dibahas dan dikaji lebih dalam oleh bank sentral, sejumlah bankir pun memiliki tanggapan optimis dengan arah kebijakan tersebut.

PT Bank Tabungan Negara (persero) Tbk atau BTN misalnya yang sangat sumringah menyambut relaksasi LTV bergasarkan segmentasinya tersebut.

"BI melihat bahwa pertumbuhan kredit tetap menunjukan tren meningkat maka BI terus mendorong kebijakan yang dapat menggenjot kredit di arah itu salah satuya relaksasi LTV," kata Direktur Strategy & Compliance BTN Mahelan Prabantariksa kepada Kontan.co.id, Kamis (30/11).

Mahelan bilang, kebijakan relaksasi LTV oleh BI merupakan salah satu aturan yang paling konkrit dilakukan oleh bank sentral. Hal ini terbukti dari hasil LTV di tahun 2015 dan 2016 yang berhasil menggenjot permintan KPR.

"Lewat relaksasi LTV 2015 dan 2016 sudah terlihat pertumbuhan KPR sampai bulan Agustus 2017 sudah tumbuh lebih dari 10%, lebih tinggi dari pertumbuhan kredit secara total," ungkap Mahelan.

Lebih lanjut, bank yang merajai pangsa pasar perumahan ini mengatakan alasan BI untuk mendorong kredit properti salah satunya karena kredit di sektor ini berdampak lebih dari 170 sektor lain. Dalam kata lain, sektor properti punya potensi mendorong sektor-sektor lainnya alias domino effect.

"Harapan kami di tahun-tahun berikutnya ada relaksasi lanjutan pada LTV KPR karena memang hasilnya selama ini sudah terlihat," katanya.

Tidak hanya BTN, PT Bank Mayapada Internasional Tbk juga menyambut baik arah kebijakan LTV bank sentral tersebut. Direktur Utama Bank Mayapada Haryono Tjahjarijadi mengatakan hal ini lebih tepat jika diterapkan di Indonesia lantaran kebutuhan tempat tinggal untuk pemilik pertama masih besar dan penting untuk diakomodasi. 

Menurutnya, aturan yang dikeluarkan BI ini merupakan bagian dari pendalaman di sektor keuangan guna memperkuat sistem keuangan di dalam negeri yang tahan terhadap perkembangan baik secara regional maupun global.

"Kredit itu bukan suatu yang bisa digenjot atau dipaksakan, namun kredit bisa berkembang atau berkembang sesuai kebutuhan. Kalau dipaksakan yang terjadi malah NPL (kredit bermasalah)," ujarnya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia