JAKARTA. Perjuangan para petani dan pengumpul rotan menuntut keran ekspor tidak ditutup pupus sudah. Pasalnya, hari ini (30/11), Kementerian Perdagangan telah melakukan penandatanganan kebijakan larangan ekspor rotan yang mulai berlaku 1 Januari 2012.Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, bilang, keputusan pemerintah untuk melakukan penghentian ekspor karena adanya keyakinan penyerapan di pasar dalam negeri. "Penandatanganan sudah dilakukan tadi pagi, isinya tentang penutupan bahan baku untuk di ekspor," kata Gita.Meski banyak penolakan, namun langkah yang dilakukan oleh pemerintah ini merupakan sebuah upaya untuk menyelamatkan industri permebelan dalam negeri. "Dengan begini, para perajin mebel yang selama ini mandek menjadi bergairah kembali," ujarnya. Penghentian ekspor rotan diharapkan akan menggairahkan industri hilir rotan nasional. Namun jika dirasa kebijakan ini tidak efektif dan tidak berpengaruh pada peningkatan industri permebelan dalam negeri, pemerintah akan melakukan pengkajian ulang.Penghentian ekspor rotan ini, diharapkan bisa menyerap bahan baku sekitar US$ 33 juta. Nilai ini sama dengan perolehan tahun lalu yakni sebanyak 33.000 ton dengan asumsi 1 ton rotan dihargai US$ 1.000. "Kalau menyerap US$ 33 juta, saya rasa mampu," kata Gita.Herman Yulius, Ketua Umum Asosiasi Rotan Kalimantan Indonesia (Arki), mengatakan pemerintah telah salah mendiagnosis penyakit.Di Kalimantan, ada sekitar 500.000 orang yang menggantungkan hidupnya melalui rotan. "Saya khawatir dengan dihentikannya ekspor ini, banyak masyarakat yang akan menganggur," ujar Herman.Rata-rata perajin rotan di Kalimantan memproduksi 3.500 ton per bulan atau sekitar 42.000 ton rotan per tahun. Dari total produksi tersebut, 80% pasarnya adalah ekspor, sedangkan sisanya untuk memenuhi kebutuhan industri mebel dalam negeri khususnya di Jawa.Ekspor rotan Kalimantan pada 2010 mencapai 22.000 ton, dan diperkirakan hingga akhir tahun ini mencapai 23.000 ton-24.000 ton. Meningkatnya ekspor ini karena pemerintah memberi kuota ekspor pada November-Desember sebanyak 6.000 ton.Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI), Hatta Sinatra, menilai, kebijakan untuk menghentikan ekspor akan meningkatkan industri permebelan dalam negeri. "Tapi jika tidak efektif, kebijakan ini memang harus di evaluasi kembali," katanya. Karena merasa dirugikan akibat kebijakan ini serta untuk memperjuangkan nasib mereka, pada Desember ini asoasiasi beserta petani dan pengumpul rotan di Kalimantan berencana menggugat pemerintah dalam hal ini kementrian terkait ke Mahkamah Konstitusi (MA). Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kebijakan pelarangan ekspor rotan akhirnya diteken
JAKARTA. Perjuangan para petani dan pengumpul rotan menuntut keran ekspor tidak ditutup pupus sudah. Pasalnya, hari ini (30/11), Kementerian Perdagangan telah melakukan penandatanganan kebijakan larangan ekspor rotan yang mulai berlaku 1 Januari 2012.Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, bilang, keputusan pemerintah untuk melakukan penghentian ekspor karena adanya keyakinan penyerapan di pasar dalam negeri. "Penandatanganan sudah dilakukan tadi pagi, isinya tentang penutupan bahan baku untuk di ekspor," kata Gita.Meski banyak penolakan, namun langkah yang dilakukan oleh pemerintah ini merupakan sebuah upaya untuk menyelamatkan industri permebelan dalam negeri. "Dengan begini, para perajin mebel yang selama ini mandek menjadi bergairah kembali," ujarnya. Penghentian ekspor rotan diharapkan akan menggairahkan industri hilir rotan nasional. Namun jika dirasa kebijakan ini tidak efektif dan tidak berpengaruh pada peningkatan industri permebelan dalam negeri, pemerintah akan melakukan pengkajian ulang.Penghentian ekspor rotan ini, diharapkan bisa menyerap bahan baku sekitar US$ 33 juta. Nilai ini sama dengan perolehan tahun lalu yakni sebanyak 33.000 ton dengan asumsi 1 ton rotan dihargai US$ 1.000. "Kalau menyerap US$ 33 juta, saya rasa mampu," kata Gita.Herman Yulius, Ketua Umum Asosiasi Rotan Kalimantan Indonesia (Arki), mengatakan pemerintah telah salah mendiagnosis penyakit.Di Kalimantan, ada sekitar 500.000 orang yang menggantungkan hidupnya melalui rotan. "Saya khawatir dengan dihentikannya ekspor ini, banyak masyarakat yang akan menganggur," ujar Herman.Rata-rata perajin rotan di Kalimantan memproduksi 3.500 ton per bulan atau sekitar 42.000 ton rotan per tahun. Dari total produksi tersebut, 80% pasarnya adalah ekspor, sedangkan sisanya untuk memenuhi kebutuhan industri mebel dalam negeri khususnya di Jawa.Ekspor rotan Kalimantan pada 2010 mencapai 22.000 ton, dan diperkirakan hingga akhir tahun ini mencapai 23.000 ton-24.000 ton. Meningkatnya ekspor ini karena pemerintah memberi kuota ekspor pada November-Desember sebanyak 6.000 ton.Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI), Hatta Sinatra, menilai, kebijakan untuk menghentikan ekspor akan meningkatkan industri permebelan dalam negeri. "Tapi jika tidak efektif, kebijakan ini memang harus di evaluasi kembali," katanya. Karena merasa dirugikan akibat kebijakan ini serta untuk memperjuangkan nasib mereka, pada Desember ini asoasiasi beserta petani dan pengumpul rotan di Kalimantan berencana menggugat pemerintah dalam hal ini kementrian terkait ke Mahkamah Konstitusi (MA). Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News