KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan penghapusan piutang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 dinilai menjadi napas baru bagi pengusaha UMKM yang sebelumnya masuk daftar hitam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengatakan, UMKM yang sudah diputihkan utangnya bisa mengakses kembali pembiayaan ke lembaga keuangan formal. Hanya saja, ia menekankan bahwa aturan itu tak berlaku bagi semua UMKM. Ada syarat dan ketentuannya. “Pengusaha UMKM ini setelah keluar dari utang itu bisa akses pembiayaan lagi. Analogi saya, mereka punya nyawa lagi yang sebelumnya terkunci di blacklist. Ini mereka diberi kesempatan kedua,” ujar Maman, baru-baru ini.
Ia menambahkan, ada beberapa yang perlu dilakukan menindaklanjuti PP itu. Pertama, harus dilakukan pendataan kredit macet UMKM, khusus di sektor pertanian, perkebunan dan peternakan, perikanan dan kelautan, serta industri busana dan kuliner. Proses ini sudah dilakukan bank BUMN.
Baca Juga: Insentif Pajak UMKM Dinilai Perlu Diperpanjang Kedua, perlu langkah cepat dan strategis untuk mengimplementasikan kebijakan itu, mengingat pemutihan kredit macet hanya berlaku enam bulan setelah PP diterbitkan. Ketiga, koordinasi dengan seluruh stakeholder terkait, seperti Kementerian Keuangan, Kemenko Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Himbara sebagai pemberi kredit. Keempat, perlu dibentuk tim bersama yang terdiri dari para stakeholder terkait. “Pembentukan tim untuk koordinasi, karena data banyak dan tersebar, ini kami sinkronkan,” ujar Maman. Kelima, melakukan mitigasi risiko adanya moral hazard, baik dari sisi debitur maupun dari sisi perbankan. Maman bilang, hal ini perlu diperhatikan agar jangan sampai semua pengusaha UMKM merasa dihapus utangnya. Ia menekankan bahwa kebijakan ini harus disosialisasikan dengan baik, agar terhindari dari moral hazard. Di mana, beberapa kriterianya adalah kredit yang telah dihapus buku lima tahun lalu, dari kredit program yang telah selesai, dan maksimal kredit Rp 500 juta. Bank juga tidak bisa asal hapus tagih, karena kredit yang disalurkan berasal dari dana simpanan masyarakat, berupa deposito, tabungan, dan juga giro. Lebih lanjut, Maman optimistis proses penghapusan piutang macet UMKM bisa selesai sesuai dengan waktu yang ditetapkan PP 47/2024, yakni enam bulan. Nantinya, Himbara perlu melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan rapat internal untuk memperoleh persetujuan pemegang saham mengenai hapus tagih. “Karena yang dibutuhkan bank itu payung hukum untuk hapus tagih pengusaha UMKM yang tidak mampu bayar. Maka dikeluarkan PP agar pihak bank punya payung hukum, diberi waktu enam bulan, bersama kami selesaikan semuanya. Pihak bank nanti juga akan lakukan RUPS dan rapat internal,” papar dia.
Baca Juga: Daya Beli Turun, Sebagian Bank Pesimistis Target Kredit UMKM di 2024 Bakal Tercapai Ekonom Senior & Associate Faculty LPPI Ryan Kiryanto mendukung hadirnya PP 47/2024 yang merupakan amanat dari UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Semua pihak harus berkoordinasi agar kebijakan tersebut bisa diimplementasikan dengan cepat dan tepat sasaran, lantaran waktunya tidak lama. Ia bilang, tim verifikasi dari pemerintah perlu mencegah moral hazard dari bank. “Bank BUMN juga minta perlindungan hukum, kepastian hukum, kalau ada apa-apa masalah di kemudian hari, mereka punya pegangan, karena ada dari pemerintah yang ikut verifikasi, sehingga tidak ada moral hazard,” tutur Ryan, Senin (25/11)
Ryan berharap pemutihan kredit macet UMKM bisa membuat pelaku UMKM dapat berusaha dan punya akses pembiayaan lagi, sehingga dapat berdampak pada perekonomian nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dina Hutauruk