Kebijakan penerapan sertifikat elektronik dinilai belum mendesak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Himawan Arief Sugoto mengatakan, penerapan sertifikat elektronik nantinya akan mampu menekan atau meminimalisir praktik-praktik mafia tanah.

“Celah-celah oknum yang ingin bermain di masalah pertanahan atau mafia tanah ini ruangnya pintunya akan semakin kita tutup,” kata Himawan dalam diskusi virtual, Kamis (4/2).

Ia mengatakan, sertifikat yang telah dialih bentuk menjadi sertifikat elektronik tidak dapat dipalsukan atau terkait sengketa pertanahan. Sebab, kepemilikan sertifikat itu sudah jelas dan telah sesuai dengan data kepemilikan yang aslinya.


Keuntungan lainnya, jika sertifikat fisik pemilik karena faktor seperti kebakaran, hanyut terbawa banjir dan kasus lainnya menyebabkan hilang, maka pemilik tidak perlu khawatir karena telah memiliki sertifikat dalam bentuk elektronik.

“Kita akan membangun security sistemnya akan terjaga. Kalau sertifikat elektronik bisa dibuktikan, tidak ada lagi hilang. Kalau sertifikat itu hilang mudah di print out lagi,” ujar dia.

Baca Juga: Ini penjelasan lengkap rencana pengambilan sertifikat tanah oleh BPN

Lebih lanjut, Himawan menyebut, alasan kenapa penerapan sertifikat elektronik harus dimulai saat ini. Sebab sistem data digital adalah sebuah keniscayaan. Terlebih saat ini sebagian masyarakat telah melakukan berbagai transaksi secara digital.

“Kalau nanti terlambat, pendafataran tanah (seluruh bidang tanah) saja ditergetken 2025 selesai, terus (baru) digitalisasi, too late (sangat terlambat). Makanya kita kenalkan dulu tahapan demi tahapan, instansi demi instansi yang mungkin lebih mudah diedukasi,” ungkap dia.

Kementerian ATR/BPN menganalogikan, sistem sertifikat elektronik yang akan diterapkan seperti kepemilikan ATM bank seseorang. Yakni hanya orang tersebut yang tahu dan bisa login untuk mengakses sertifikat elektronik miliknya dalam sistem digital.

“Kalau menghitung efisiensi tidak bisa hanya sekadar jumlah nilai blanko dengan sertifikat elektronik nya, tetapi kita lihat manfaat benefit yang lebih luas. Benefit yang lebih luas kemudahan bertransaksi, kemudahan pelayanan itu kalau dinilai akan membuat suatu perputaran ekonomi yang jauh lebih cepat,” ujar Himawan.

Semengara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, dari sisi prioritas, langkah tersebut belum dibutuhkan.

Baca Juga: ​Inilah bentuk sertifikat tanah elektronik jika BPN tarik sertifikat tanah asli

“Bukan hal urgent dan prioritas. Sebab pendaftaran tanah sistematis di seluruh wilayah Indonesia belum dilakukan,” kata Dewi.

KPA meminta, seharusnya konsentrasi dana APBN dan kerja kementerian diarahkan kepada usaha-usaha pendaftaran seluruh tanah di Indonesia, tanpa kecuali. Baik tanah kawasan hutan maupun tanah non kawasan hutan.

Dengan usaha ini, terangkum basis data pertanahan yang lengkap sebagai dasar perencanaan pembangunan nasional dan sebagai basis pelaksanaan Reforma Agraria, khususnya Land Reform.

Editor: Noverius Laoli