KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah menaikkan PPh impor untuk menyelematkan rupiah dari tekanan dollar Amerika Serikat (AS), dinilai bisa membebani emiten pengimpor barang dari sisi
cost of fund. Namun, langkah tersebur diyakini tidak akan berdampak signifikan pada kinerja keuangan PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) tahun ini. Direktur Marketing dan Komunikasi ERAA Djatmiko Wardoyo menjelaskan, bahwa setiap kebijakan tentu memiliki pengaruh. Hanya saja, seberapa besar dampaknya itu yang perlu menjadi perhatian.
"Kalau ditanya berpengaruh, tentu ada ke
cost of fund, atau
cost of money yang otomatis harus kita tambahin dulu. Tapi diujung ujung nanti, antara bulan ke 15 hingga 17, biaya itu bisa kita tarik balik lagi," kata Djatmiko saat ditemui Kontan.co.id, Senin (10/9). Sehingga, kalaupun biaya tersebut harus di
adjust ke dalam harga produk, Djatmiko memperkirakan itu tidak lebih dari 1% saja. Biaya
cost of fund yang dikeluarkan juga tidak akan berdampak pada penekanan laporan keuangan perusahaan. "Kita bayar PPh enggak hanya hari ini saja, tapi sudah sejak awal kita mengimpor. Ke depan, untuk restitusi itu gulungan, jadi pembayaran PPh impor di tahun sebelumnya ada yang sudah bisa kita tarik lagi," ungkapnya. Dengan begitu, ditegaskan bahwa kebijakan kenaikan PPh impor bukanlah barang baru yang mampu menyedot keuangan ERAA. Ibarat roda, biaya yang dikeluarkan untuk PPh impor akan terus berputar, meskipun semakin besar impor akan berdampak pada besaran PPh yang dibebankan. Secara keseluruhan, ERAA masih menunggu keputusan pemerintah terkait Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang bakal mengatur kebijakan impor tersebut. Perusahaan itu juga akan mengikuti aturan yang akan diterapkan pemerintah. "Biasanya PPh enggak berpengaruh terhadap harga langsung. Logikanya, dari modal bisnis enggak langsung direct impact dan barang yang diimpor bukan dominan dalam bisnis kita," tandasnya. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan pada kuartal II 2018, kontribusi pendapatan terbesar perusahaan berasal dari penjualan ponsel dan tablet. Adapun persentase penjualan neto yang menempati peringkat pertama adalah ponsel merk Xiaomi sebanyak 35,54%, Samsung 26,09% dan Apple 9,60%. Sebagai informasi, lebih dari 80% pendapatan ERAA berasal dari hasil penjualan ponsel dan tablet, di mana pada kuartal II 2018, nilai penjualannya sudah mencapai Rp 14,37 triliun.
Hingga semester I 2018, ERAA telah membukukan kenaikan laba periode berjalan sebanyak 212,31% dari capaian tahun lalu yakni Rp 139,32 miliar menjadi Rp 435,12%. Bahkan, pendapatan perusahaan yang diperoleh dari hasil penjualan, sudah tembus 63,83% dari atau sekitar Rp 17,09 triliun dari target Rp 28 triliun, dalam waktu enam bulan pertama tahun ini. Padahal, periode yang sama tahun lalu, perusahaan itu baru mencatatkan pendapatan Rp 11,05 triliun, sehingga ada kenaikan sekitar 54,6% untuk pendapatan perusahaan tahun ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .