JAKARTA. Pemerintah memastikan, kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tak akan berdampak negatif terhadap kinerja perdagangan Indonesia.Indonesia bahkan berpeluang mengambil keuntungan dari sikap pemerintahan AS yang bakal mengevaluasi perjanjian-perjanjian perdagangan skala regional dan lebih menekankan pada perjanjian bilateral.Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemdag) Kasan mengatakan, dari hasil kajian yang telah dilakukan pemerintah, sejauh ini tidak seluruh sektor industri di AS bakal dibangun sendiri basis produksinya.
"Melihat struktur produk-produk ekspor Indonesia ke AS, masih ada peluang. Pasalnya, AS akan lebih fokus menggarap produk industri teknologi tinggi, sehingga tidak akan banyak pengaruh (ke produk ekspor kita)," jelasnya, Rabu (29/3). Selama ini, produk ekspor Indonesia ke pasar AS antara lain berupa tekstil, sepatu, karet dan produk karet, serta suku cadang alat elektronik. Nah, beberapa produk itu tidak dihasilkan oleh AS lantaran upah yang terlalu mahal. Sementara, industri yang didorong untuk dikembangkan di AS antara lain otomotif. Namun, Kasan menambahkan, dalam waktu dekat, pemerintah Indonesia masih belum merencanakan membentuk perjanjian perdagangan dengan AS. Menurutnya, pemerintah masih akan menunggu kajian yang lebih mendalam terkait hal ini. "Kajian secara komprehensif (terkait kerjasama Indonesia-AS) belum, kajian yang dilakukan masih singkat," ujarnya. Prioritas non tradisional Kini, Kemdag masih memprioritaskan beberapa perjanjian perdagangan di negara-negara non tradisional. Beberapa diantaranya adalah, Afrika, India, Pakistan, Amerika Latin, serta Eurasia (negara-negara pecahan Uni Soviet). Dengan berbagai upaya memperluas pasar ekspor perdagangan itu, Kemdag menargetkan tahun ini ekspor non-migas rata-rata naik 5,6% ketimbang 2016 yang mencapai US$ 131 miliar. Staf Ahli Menteri Bidang Penguatan Struktur Industri Kementerian Perindustrian (Kemperin) Ngakan Timur Antara bilang, selama ini, kinerja perdagangan Indonesia dengan AS masih bagus dan prospektif. Bahkan, dengan kebijakan proteksionisme AS terhadap negara-negara importir seperti China, kondisi itu justru akan menguntungkan Indonesia. "Ini akan menjadi potensi bagi kita, dengan langkah AS memotong produk asal China," katanya.
Pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) Christianto Wibisono menambahkan, arah perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh AS harus dimanfaatkan sedini mungkin oleh pemerintah Indonesia. Dengan mengusung tema kerjasama bilateral, sudah saatnya pemerintah Indonesia melakukan kajian mendalam tentang potensi pasar ke negeri Paman Sam. Tujuannya agar Indonesia tidak tertinggal dengan negara-negara berkembang lain yang ingin membuka kerjasama. Menurutnya, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk menjajaki kerjasama dengan pemerintah AS. Pasalnya, setelah beberapa kerjasama regional seperti Trans-Pacific Partnership (TPP) tidak ada kejelasan masa depannya, hal ini membuat persaingan dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia menjadi terbuka. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie