Kebun petani sawit bakal dapat sertifikasi



JAKARTA. Masalah legalitas lahan perkebunan dan pemukiman para petani kelapa sawit masih menjadi polemik yang tak juga selesai. Maklum, sebagian lahan milik petani kelapa sawit ini masuk dalam kawasan hutan, sehingga tak memiliki legalitas secara hukum.

Hal ini pun belakangan dimanfaatkan sebagai kampanye hitam oleh Uni Eropa. Beberapa lembaga seringkali memboikot produk sawit asal Indonesia yang disebut menyebabkan deforestasi atau kerusakan hutan. Tak ingin hal ini terus berlanjut, pemerintah berinisiatif segera menerbitkan peraturan presiden (Perpres) terkait legalitas lahan perkebunan sebagai upaya menangkal kampanye itu.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil menyatakan, institusinya saat ini tengah menyiapkan draf perpres tersebut. Dalam Perpres tersebut, Sofyan menuturkan bahwa masyarakat seperti petani sawit yang sudah terlanjur tinggal di kawasan lahan, bisa mengajukan sertifikat. "Mereka bukan tidak punya lahan, tapi lahan yang mereka punya tidak diakui oleh negara," terangnya, Kamis (9/3).


Selama ini, secara fakta memang ada masyarakat yang tinggal maupun berkebun di kawasan hutan selama puluhan tahun. Tetapi, secara yuridis masyarakat tersebut belum memiliki legalitas lahan tersebut.

Selain itu, dalam rancangan beleid tersebut, pemerintah bukan memberikan lahan, melainkan mengakui secara legal lahan tersebut sebagai milik masyarakat setempat. "Perpres sedang dalam proses, satu bulan sampai dua bulan ini mudah-mudahan selesai. Aturan ini bagian dari reforma agraria," jelasnya.

Saat ini, tercatat 4,7 juta hektare (ha) lahan perkebunan, termasuk kelapa sawit yang yang berada dalam kawasan hutan. Dari total tersebut, sekitar 2,7 juta ha dikuasai oleh perusahaan perkebunan dan 2 juta ha sisanya oleh petani.

Sofyan bilang, setelah petani mendapatkan sertifikat, pemerintah akan berkoordinasi dengan perbankan. Maklum, selama ini, masalah legalitas lahan ini yang menghambat petani kelapa sawit untuk mengakses kredit perbankan.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan menjelaskan, masalah legalitas kebun sawit milik petani menghambat mereka untuk bisa berkembang. Sebab, mereka punya keterbatasan modal untuk meremajakan kebun sawit yang mayoritas sudah uzur. "Dukungan dari perbankan mutlak diperlukan untuk membantu pengelolaan dan peremajaan lahan yang dimiliki petani," ungkapnya.

Saat ini, luas lahan milik petani sawit mencapai 3,8 juta ha atau sekitar 41% dari total luas kebun kelapa sawit nasional yang mencapai 11,3 juta ha.

Fadhil mengatakan bahwa pemerintah harus membuat aturan yang sifatnya khusus untuk sektor kelapa sawit ini, seperti yang telah dilakukan pemerintah untuk komoditas minyak dan gas (migas).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini