Kebutuhan batubara PLN turun karena proyek PLTU 10.000 mw terlambat



JAKARTA. Proyek Fast Track Program (Program Percepatan) 10.000 megawatt (MW) tahap pertama terlambat, akibatnya konsumsi batubara PLN pun berkurang. Jarman Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan, akibat dari terlambatnya komersialisasi (commercial on date/COD) beberapa proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), konsumsi batubara PLN akan lebih kecil dari jatah yang diberikan. “Dalam bauran energi PLN yang terbaru, batubara turun dari 49% ke 46%,” kata dia, Jumat (8/7).Senada dengan Jarman, Direktur Energi Primer PLN Nur Pamuji juga bilang, konsumsi batubara perusahaan plat merah itu turun 2 juta ton. Awalnya, pada tahun ini mendapat jatah batubara dari perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) melalui domestic market obligation (DMO) sebesar 55,82 juta ton. Jatah DMO ini termasuk untuk memenuhi kebutuhan batubara produsen listrik swasta (independent power producer/IPP). Sementara dalam APBN 2011 atau hanya untuk pembangkit milik PLN, batubara ditargetkan 36,76 juta ton.Dirjen Mineral dan Batubara Thamrin Sihite menambahkan, kementerian sebenarnya ini agar produksi batubara nasional bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk DMO. Tahun ini pemerintah menargetkan produksi batubara nasional mencapai 326,65 juta ton. Dari angka tersebut, jatah batubara untuk kebutuhan dalam negeri mencapai 78,97 juta ton.Dari 18 proyek pembangkit program percepatan 10.000 MW, sekitar 9 pembangkit bisa diselesaikan tahun ini. Beberapa di antaranya seperti PLTU Labuan 2 x 315 MW, Indramayu 2 x 330 MW, Suralaya unit 8 625 MW dan Pacitan 630 MW. Sedangkan pembangkit yang terlambat adalah PLTU Paiton 660 MW, Tanjung Balai Karimun 14 MW, PLTU Tarahan, PLTU Asam-Asam 130 MW, Ende 14 MW, Barru 100 MW, Tidore 14 MW, dan Jayapura 20 MW.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini