KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan obligasi korporasi semarak tahun ini. Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sepanjang semester I-2022 jumlah penerbitan obligasi korporasi nasional mencapai Rp 69,7 triliun. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibanding penerbitan di semester I-2021 yang hanya Rp 43,37 triliun. Memasuki pertengahan bulan Juli, penerbitan obligasi korporasi masih cukup ramai. Setidaknya, sudah ada 8 obligasi korporasi yang didaftarkan. Beberapa penerbit obligasi korporasi di antaranya Summarecon Agung, Bank Maybank, Indomobil Finance, Pindo Deli Pulp and Paper Mills, Medco International, Steel Pipe Industry of Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, hingga KB Finansia Multi Finance.
Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf mengatakan, tingginya penerbitan obligasi korporasi belakangan ini tidak terlepas dari banyaknya obligasi korporasi yang jatuh tempo. Alhasil, baik penerbit maupun investor sama-sama mempunyai kebutuhan untuk menerbitkan dan membeli.
Baca Juga: Tujuh Surat Utang Baru Tercatat Pekan Ini, Nilai Emisi 2022 Mencapai Rp 80,18 Triliun Ia menilai, secara umum beberapa obligasi korporasi yang baru-baru ini diterbitkan cukup menarik. Menurutnya, obligasi korporasi dengan rating di AA-, seperti A-, A, maupun A+ dari sisi kupon jauh lebih menarik. Sementara untuk obligasi korporasi dengan rating AAA justru cenderung biasa saja. “Apalagi saat ini kan obligasi negara dengan tenor yang sama dari sisi yield sedang terkoreksi, jadi lebih menawarkan upside sebenarnya. Namun, karena volatilitas yang ada belakangan ini di SBN, rating AAA tadi tetap jadi incaran karena less volatile,” kata Dimas ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (18/7). Ke depan, ia meyakini baik penerbitan maupun permintaan terhadap obligasi korporasi masih akan tinggi. Walaupun ada potensi kenaikan suku bunga, hal tersebut dinilai tidak akan menyurutkan minat penerbit maupun investor. Dimas menyebut, salah satu penghambat penerbitan obligasi korporasi pada 2020 dan 2021 justru dikarenakan emiten besar menahan diri. Hal ini dikarenakan mereka tidak memerlukan tambahan dana lantaran di tengah ekonomi yang lambat. “Sementara ke depan, ekonomi terus membaik sehingga mendorong emiten ini untuk mencari dana lagi lewat pasar obligasi, apalagi tingkat kesehatan kredit yang lebih baik. Pada akhirnya kenaikan suku bunga tidak akan berpengaruh banyak,” imbuhnya. Di tengah kondisi ini, kata Dimas, pihaknya kini punya karakteristik penilaian baru dalam memilih obligasi korporasi. Pertimbangannya yaitu, melihat track record sebuah emiten selama pandemi kemarin. Hal ini dilakukan untuk menilai kecenderungan perilaku emiten di tengah kondisi cashflow yang tertekan. Penilaian kemudian dilakukan secara menyeluruh untuk melihat seperti apa tingkat kesehatan cashflow. Selain itu, juga untuk menilai seberapa piawai sebuah emiten dalam mengelola keuangan mereka untuk di-translate jadi cashflow di tengah ekonomi yang tertekan.
Lebih lanjut, dari sisi rating, Sucorinvest AM saat ini menetapkan batas minimal A- untuk obligasi korporasi pilihan. Sementara itu, tenor yang jadi pilihan mayoritas adalah 370 hari dan tiga tahun. “Ini tidak terlepas dari kebutuhan reksadana kami yang punya dana kelolaan besar, sehingga memang lebih ideal untuk memilih tenor 370 hari atau tiga tahun,” imbuh Dimas.
Baca Juga: Suku Bunga Berpotensi Naik, Penerbitan Obligasi Korporasi Diprediksi Tetap Ramai Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat