KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan terhadap sumber energi bersih dan berkelanjutan semakin populer dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut pun berdampak pada penerbitan Renewable Energy Certificate (REC) milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Asal tahu saja, sertifikat energi terbarukan PLN atau REC merupakan instrumen yang merepresentasikan setiap megawatt hour (mwh) listrik yang diproduksi oleh pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. "Setiap satu unit REC merepresentasikan satu MWh," kata Gregorius Adi Trianto, Executive Vice President Komunikasi Korporat & TJSL PLN, beberapa waktu lalu.
REC PLN diterbitkan dengan sebuah sistem pelacakan elektronik sehingga dapat memastikan bahwa REC yang telah digunakan tidak dapat diperjualbelikan lagi. "Seluruh prosesnya telah diverifikasi dan memenuhi standar internasional," lanjut Gregorius.
Baca Juga: REC PLN dan Upaya Mewujudkan Listrik Hijau di Industri Tanah Air Atribut lingkungan yang melekat pada REC PLN, seperti atribut karbon, tidak dapat dijual dan digunakan di instrumen pasar lain. Dengan memiliki REC, maka pelanggan dapat mengklaim bahwa sumber listrik yang disuplai PLN sudah berasal dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT). Artinya, pelanggan dapat berperan dalam Green House Gas (GHG) Protocol. Sampai dengan tahun 2023, total penerbitan REC sudah mencapai sekitar 3,08 terawatt hour (twh). Jumlah itu melonjak 75% dibanding dengan realisasi tahun 2022 yang masih 1,76 twh. Pada tahun ini pula, masih banyak perusahaan yang mendaftar untuk mendapatkan REC. Terbaru adalah PT Fast Retailing Indonesia (Uniqlo) yang mendapatkan sekitar 8.978 unit REC, yang setara dengan 8.978 mwh. Sampai dengan saat ini, PLN mencatat sektor industri yang paling banyak memiliki REC adalah sektor alas kaki, tekstil, bioteknologi, makanan dan layanan makanan, serta kimia dasar. Berdasarkan website PLN, setidaknya sudah ada tujuh pembangkit listrik yang siap menyuplai listrik hijau untuk pelanggan REC. Yakni, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang yang berada di sistem kelistrikan Jawa Madura Bali, PLTP Lahendong, PLTP Ulubelu yang masuk ke dalam sistem kelistrikan Sumatera. Selanjutnya, ada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bakaru yang masuk ke dalam sistem kelistrikan Sulawesi, PLTA Cirata, Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) Gunung Wugul dan PLTM Lambur. Ke depan, PLN akan terus mengembangan REC. Terlebih, PLN memiliki layanan Green Energy As a Service (GEAS) Dedicated Source. Ini adalah layanan untuk mendukung upaya mitigasi perubahan iklim pelanggan. "Upaya ini berupa percepatan kapasitas listrik tambahan berbasis renewable energy ke dalam grid atau mendukung secara langsung proyek baru yang impactful, mereduksi GHG Scope 2 melalui konsumsi listrik dari energi yang dihasilkan oleh proyek yang spesifik sekaligus bundling dengan atribusi hijau," ungkap Gregorius.
Keuntungan REC
Sejumlah perusahaan yang sudah mengantongi sertifikat listrik hijau ini pun angkat bicara terkait dengan manfaat memiliki REC. Ambil contoh PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) yang sudah mengantongi REC sejak tahun 2021. Dengan memiliki sertifikat listrik hijau ini, DMAS menunjukkan komitmen dalam mengembangkan bisnis yang ramah lingkungan dan mendukung percepatan target net zero emission. Bahkan dengan memiliki REC, DMAS mampu menarik pelanggan (tenant) internasional untuk bergabung di kawasan industrinya. "Hal tersebut tercermin pada kawasan Greenland International Industrial Center (GIIC) milik kami," kata Tondy Suwanto, Direktur dan Sekretaris Perusahaan DMAS. Tondy menyatakan untuk mendapatkan REC prosesnya cukup mudah. Mengingat, PLN menyambut baik perusahaan yang mendaftar REC.
Baca Juga: Punya Daya Tarik, Bisnis Energi Hijau Dilirik Selain DMAS, PT Freeport Indonesia (PTFI) juga sudah mengantongi REC. "PTFI telah melakukan berbagai upaya dalam mengurangi emisi karbon. Kami juga mengadopsi penggunaan energi terbarukan untuk pembangkit listrik dalam operasi pertambangan dan pengolahan di wilayah Papua," kata Katri Krisnati, VP Corporate Communications Freeport Indonesia, kepada KONTAN.
Setali tiga uang, PT Astra International Tbk (ASII) sudah mengantongi REC pada tahun 2022. Sejauh ini ASII mempunyai target penurunan sebesar 30% emisi gas rumah kaca (GRK) scope 1 & 2 pada tahun 2030 dari baseline tahun 2019. "Pembelian REC dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Grup Astra yang membutuhkan sertifikasi tersebut, tergantung dari profil emisi dan strategi dekarbonisasi masing-masing," ujar Boy Kelana Soebroto, Head of Corporate Communications Astra International. Grup Astra membeli REC yang diawali dengan proses sosialisasi mekanisme pembelian dan retirement REC ke grup. Kemudian, masing-masing anak perusahaan Astra memproses pembelian REC melalui PLN di tiap-tiap wilayah operasi usahanya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat