KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menilai skema
power wheeling atau penggunaan bersama jaringan transmisi sudah semakin mendesak. Saat ini permintaan listrik bersih dari pelanggan industri semakin meningkat. Kementerian ESDM akan mendorong skema
power wheeling masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Arifin mengakui dalam waktu dekat ini pihaknya dan Komisi VII DPR RI akan menggelar rapat kerja (raker) untuk membicarakan hal tersebut. Secara umum, Arifin menjelaskan, pada aturan yang ada Indonesia berencana mempercepat penambahan pembangkit EBT yang akan mendongkrak bauran energi bersih dalam . Adapun rencana ini sejalan dengan kewajiban transisi energi di sektor industri di mana produk yang dihasilkan harus memenuhi syarat ramah lingkungan.
Pasalnya, jika produk tersebut tidak bisa memenuhi prasyarat tersebut, produk yang dijual ke luar negeri notabene dikenakan pajak tambahan sehingga harga jualnya tidak kompetitif. Masalah ini bisa berbuntut panjang pada kelangsungan bisnis Perusahaan yang bersangkutan.
Baca Juga: Kementerian ESDM Lakukan Validasi 300.000 Data Penerima Rice Cooker Gratis Oleh karenanya, dia berharap melalui masuknya skema
power wheeling di dalam RUU EBET, dapat mengakselarasi pemanfaatan energi bersih di sektor industri. “Industri ingin menggunakan listrik yang bersih, sementara harus mencari-cari mana sumbernya. Terus ada yang mau, harusnya dia bisa bernegosiasi minta (listrik hijau) itu melalui transmisi yang ada, nah itu
charge-nya berapa kan dari negosiasi masing-masing,” jelasnya ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (17/11). Arifin menyatakan, tentu mekanisme ini diharapkan bisa saling menguntungkan antara pengusaha dan PT PLN. Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto menjelaskan, saat ini pihaknya bersama Kementerian ESDM sudah tuntas membahas 574 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) di dalam RUU EBET. Proses selanjutnya penyelarasan di dalam rapat kerja dengan Menteri ESDM. “Di dalam raker nanti ada tiga pasal yang akan dibahas, di antaranya pembentukan bdan usaha khusus atau pengelola EBT dan konsep
power wheeling. Ini memerlukan keputusan selevel kementerian dan dibahas melalui raker,” ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (15/11). Lantas mengenai poin
power wheeling, Sugeng mengungkapkan, penggunaan jaringan bersama telah didiskusikan kembali setelah melihat permintaan listrik, khususnya dari energi baru terbarukan semakin tinggi. Komisi VII menilai salah satu strategi yang dinilai ideal untuk memenuhi demand tersebut ialah dengan menerapkan sistem
power wheeling. “Kalau negara dalam hal ini PLN tidak mampu membangun pembangkit EBT, mau tidak mau perusahaan listrik swasta (IPP) juga harus berkontribusi. Maka nanti konsep itulah sekali lagi butuh keputusan melalui raker,” terangnya. Dia menegaskan, PLN sebagai pelaksana kebijakan seharusnya mengikuti keputusan yang diambil pemerintah. Dalam raker nanti, harus ada berbagai pihak dari Kementerian ESDM sebagai
leading sector hingga Kementerian Keuangan. “Kami upayakan lintas kementerian hadir,” imbuhnya.
Baca Juga: Indonesia-AS Sepakat Bentuk Kelompok Kerja untuk Ekspor Nikel Jangka Panjang Sugeng mengkritisi, selama ini dengan alasan
oversupply listrik,
power wheeling dihindari. Sebelumnya Komisi VII memaklumi hal tersebut, namun kondisi ini sudah berbeda. Berdasarkan perkiraan terkini, kondisi kelebihan setrum di sistem Jawa-Bali diperkirakan hanya akan terjadi sampai 2027 dari yang semula 2029. “Di 2027 harus membangun pembangkit baru, makanya perlu segera diubah Rencana Umum Penyedia Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN dari 2024-2033. Itulah yang akan kita bahas,” jelasnya. Semestinya, lanjut Sugeng, raker ini dilaksanakan kemarin, namun karena Menteri ESDM mendampingi Presiden Indonesia ke Amerika, alhasil rapat akan ditunda pada 20 November 2023 mendatang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi