Kebutuhan meningkat, PLN akan tambah pasokan batubara



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Batubara untuk sektor ketenagalistrikan memerlukan tambahan tahun depan. Jika tahun ini PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mematok kebutuhan batubara sebesar 92 juta ton, maka tahun 2019 diproyeksikan bisa lebih dari 100 juta ton.

Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso mengungkapkan, kenaikan tersebut terjadi seiiring dengan adanya tambahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).  Iwan bilang, ada dua tambahan PLTU yang akan beroperasi, yakni di Cilacap dengan kapasitas 1.000 Megawatt (MW) yang diperkirakan akan beroperasi antara September-Oktober, serta Jawa-7 dengan kapasitas yang sama, dan akan beroperasi pada Oktober 2019.

Dalam perhitungannya, tambahan 2.000 MW itu memerlukan 14 juta ton batubara dalam setahun. Dengan waktu operasi antara tiga-empat bulan pada tahun 2019, maka kedua PLTU itu paling tidak membutuhkan 4 juta ton batubara. “Kebutuhan naik gara-gara PLTU masuk,” kata Iwan saat ditemui pada acara Kompas 100 CEO Forum di Jakarta, Selasa (27/11).


Alasan lainnya, pembangunan pembangkit di pulau-pulau kecil pada kawasan Indonesia Timur masih memerlukan energi dari batubara. Sebab, kata Iwan, untuk pembangkit tulang punggug (backbone) yang beroperasi terus-menerus, penggunaan batubara sanagt dibutuhkan dengan mempertimbangkan biaya yang saat ini paling terjangkau. “Ini belum final. Pilihannya antara tetap gas atau batubara di pulau-pulau kecil. Sampai hari ini yang paling murah batubara dibandingkan BBM dan gas,” jelasnya.

Selain itu, Iwan mengatakan bahwa kenaikan kebutuhan batubara juga terjadi seiring dengan meningkatnya pertumbuhan (demand) listrik yang diproyeksikan mencapai 6% pada tahun depan. “Demand naik, asumsi kita 6%. Kalau kebutuhan listrik naik, jadi semua (sumber energi) juga naik,” imbuhnya.

Bahkan, Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman memprediksikan, pertumbuhan listrik bisa lebih dari 6%. Sebab, jelasnya, selain mengacu pada pertumbuhan ekonomi, pihaknya pun telah memiliki proteksi pelanggan tambahan yang signifikan, yakni dari sejumlah smelter yang ada di Sulawesi.

Kebutuhan listrik untuk satu unit pabrik diperkirakan mencapai 200-300 MW. Sofvie bilang, jika hilirisasi mineral dalam smelter ini benar-benar berjalan, maka itu akan memberikan dampak positif untuk PLN. “Nggak hafal detailnya (smelter), tapi di Morowali dan Kolaka. Kalau smelter-nya jalan bagus, saya yakin konsumsinya bisa besar,” ungkapnya.

Dengan melihat sejumlah faktor tersebut, Iwan menyebut bahwa Domestic Market Obligation (DMO) batubara masih dibutuhkan. Hingga bulan Oktober tahun ini, konsumsi batubara untuk kelistrikan sudah terserap sebesar 72,63 juta ton.

Menurut Kepala Divisi Batubara PLN Harlen, dari jumlah itu sebesar 51 juta ton diserap untuk pembangkit PLN, sedangkan sisanya terserap untuk pembangkit milik produsen listrik swasta (independent power producer/IPP). Hanya saja, Harlen bilang, serapan batubara sampai akhir tahun bisa lebih kecil dibanding target 92 juta ton.

Namun, jumlah itu tak akan signifikan, yakni sekitar 1%-2%, karena kebutuhan batubara PLN pada masa pergantian tahun ini cukup banyak untuk mengantisipasi cuaca yang tak menentu. “Ada perbedaan asumsi dan realisasi beban, tapi akhir tahun kami akan naikkan stock untuk antisipasi cuaca awal tahun,” jelas Harlen.

Ia juga menekankan, pertumbuhan pemakaian batubara akan tergantung tingkat pertumbuhan beban PLTU. Sehingga, dengan perhitungan proyek listrik 35.000 MW, proyeksi kebutuhan batubara untuk kelistrikan bisa meningkat menjadi 145 juta ton pada tahun 2026. “Pertumbuhan pemakaian batubara seiring dengg pertumbuhan beban yang diakomodir dalam proyek 35.000 MW,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .