JAKARTA.Kedaulatan pangan yang ditegaskan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla lewat Nawacita, dipandang oleh beberapa pihak harus dimulai dari pemuliaan petani. "Angin segar bagi pembangunan pertanian di tanah air berhembus ketika pemerintah dengan tegas menyatakan bahwa kita perlu berdaulat pangan, namun harus dimulai dengan pemuliaan petani," kata inisiator Gerakan Petani Nusantara (GPN) Hermanu Triwidodo di Cikini, Jakarta, Senin. Kedaulatan pangan tersebut, kata Hermanu memang tertuang dalam Nawacita yang bertujuan menciptakan kedaulatan bangsa secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya.
Menurut Hermanu yang juga pengajar di Departemen proteksi Tanaman IPB tersebut, niat pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan itu, baik karena saat ini memang dibutuhkan. "Namun niat saja tidak akan cukup jika tidak diiringi dengan cara yang baik untuk mewujudkannya. Kedaulatan pangan semestinya tidak hanya produksi meningkat dan berkelanjutan, namun juga menjadikan petani mulia dan berdaulat," ujarnya. Senada dengannya, petani dari Indramayu Masroni juga mengatakan kedaulatan pangan memang harus dimulai dari kedaulatan petani, karena jika dimulai dari hal tersebut maka kebijakan yang dibuat harusnya menjawab kebutuhan petani bukan hanya kebutuhan pemerintah yang ingin dianggap berhasil meningkatkan produksi. "Program pemerintah semestinya disesuaikan dengan situasi petani, sebab kebutuhan dan potensinya berbeda tiap wilayah," ujar Masroni. Menurut dia, jika tidak dilakukan, akibatnya program dan kebijakan banyak yang justru menjadi penyebab masalah dan tidak efisien. Bantuan benih padi misalnya, banyak yang tidak mau menanam karena memang tidak dibutuhkan. "Atau bantuan traktor, di desanya justru menjadi pemicu masalah diantara pelaku pertanian itu sendiri," katanya. Di lokasi yang sama, koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah mengatakan setelah satu tahun program dan kebijakan telah dijalankan namun situasi tak jauh berubah dimana upaya khusus untuk mencapai swasembada masih jauh dari cukup.
"Impor beras kembali dilakukan, sementara impor bahan pangan Iainnya masih terus terjadi. Petani juga masih bergelut dengan kemiskinan," katanya. Menurut Said, kemiskinan di pedesaan jauh lebih tinggi yaitu 14.7 persen dibandingkan di perkotaan yang hanya 8,34 persen, padahal penduduk miskin di pedesaan mayoritas adalah petani. "Tak hanya dalam hal jumlah, dari tingkat keparahan dan kedalaman kemiskinan di pedesaan juga lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Kedalaman kemiskinan di pedesaan 2,26 persen, sementara di perkotaan hanya 1,25 persen. Adapun keparahan kemiskinan di pedesaan 0,57 persen sedangkan di perkotaan 0,31 persen," ujar dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan