Kedaulatan siber



Di awal 2018, pemerintah semakin menaruh perhatian pada dunia maya. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), misalnya, di Januari ini   mengaktifkan mesin pengais "crawling" konten negatif.  Crawling itu artinya, mesin tersebut akan menganalisa secara otomatis sesuai kriteria konten negatif yang ditetapkan.

Lalu 16 Desember lalu,  Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 133 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Perpres terbaru itu menyebutkan, BSSN di bawah dan bertanggung jawab ke Presiden.

Di Perpres sebelumnya, BSSN melapor ke presiden melalui Menko Polhukam. Jokowi menjelaskan, BSSN sangat penting dan sangat diperlukan negara, mengantisipasi pertumbuhan dunia siber yang sangat cepat. “Perlu perubahan dalam penguatan peran dan fungsi BSSN ke depan,” kata Presiden, mengutip situs Kominfo, Selasa (2/1).


BSSN merupakan peleburan Lembaga Sandi Negara dan Direktorat Keamanan Informasi Kominfo. Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) juga melebur ke BSSN.

Memasuki tahun politik 2018, mengingatkan kembali pada pemilihan presiden tahun 2014. Inilah "cikal bakal" terbelahnya dunia siber dan masyarakat. Saat itu marak sebutan cyber army masing-masing kandidat yang berkampanye lewat internet.  Nah peran BSSN sebagai wasit yang netral sangat penting.

Tentu saja BSSN bukan melulu mengawasi politik. Tak kalah penting, keamanan siber. Hingga November 2017 tercatat  205,502 juta serangan siber di Indonesia. Padahal sepanjang 2016 cuma 135,67 juta. Keamanan siber memang hal vital. Apalagi e-commerce Indonesia  tumbuh pusat. Nilai transaksi di 2018 bisa di atas Rp 100 triliun, meningkat 33,3% dari tahun 2017.

Dengan langsung di bawah presiden, BSSN bisa menjadi penjaga dunia siber Indonesia. Terlebih, mesin pengais konten negatif Kominfo  tak hanya mendeteksi situs porno. Kominfo bisa berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme jika mencari konten berbau teroris, dengan Otoritas Jasa Keuangan kalau konten investasi bodong, obat-obat tidak berizin dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan atau penjualan narkoba melalui internet dengan Badan Narkotika Nasional. Kolaborasi lembaga negara amat penting menjaga kedaulatan siber Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi