Kegaduhan politik ikut menekan pasar finansial



JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah kompak melemah, Rabu (8/10). Pada transaksi kemarin, IHSG melemah 1,48% ke 4.958,52. Di saat yang sama, kurs tengah Bank Indonesia memperlihatkan rupiah terkoreksi 0,42% menjadi Rp 12.241 per dollar AS.

Terpuruknya pasar finansial Indonesia merupakan respons kekalahan paket pasangan koalisi pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla saat perebutan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Banyak pihak dag dig dug, kekalahan ini menjadi sinyal bakal terjadinya ketidakharmonisan antara eksekutif dan legislatif di masa pemerintahan Jokowi-Kalla.

John Daniel Rachmat, Kepala Riset Mandiri Sekuritas, dalam riset terbarunya menilai, investor tak bisa menganggap angin lalu disharmoni eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Secara historis, disharmoni eksekutif-legislatif pernah menekan IHSG, terutama periode tahun 2000-2001.


Pada 1999, pasar sumringah dengan pelaksanaan pemilu pertama pasca reformasi yang dimenangkan PDIP. Investor menyambut baik terpilihnya Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden lantaran memiliki rekam jejak bersih. Ini mendorong kenaikan IHSG hingga 70% dari Desember 1998 - Desember 1999. Tapi kemudian hubungan presiden dan DPR memanas, yang berujung pemakzulan Gus Dur. Periode politik yang sangat panas itu langsung menembak jatuh IHSG hingga 49% di periode Desember 1999-April 2001.

Sementara Jhon Veter, Managing Director Investa Saran Mandiri, menilai investor jangan terlalu parno dengan situasi politik belakangan. Apalagi kewenangan presiden, sesuai konstitusi, terbilang kuat. Dia menilai, laju IHSG ke depan lebih dipengaruhi sentimen luar negeri, seperti normalisasi suku bunga The Fed. Faktor valuasi juga bakal menjadi penentu IHSG. Investor asing sedang membutuhkan daya tarik baru setelah menggelontorkan nilai pembelian bersih (net buy) hampir Rp 50 triliun year to date.

"Mereka tentu harus merealisasikan profit sehingga wajar akhir-akhir ini asing keluar," tutur Veter, yang memprediksi, IHSG turun ke 4.800-4.900 terlebih dulu untuk kemudian naik hingga ke 5.500 di akhir tahun nanti.

Pengamat pasar uang, Farial Anwar juga menilai, pandangan kemenangan Koalisi Merah Putih melemahkan nilai rupiah adalah keliru. Sebab, rupiah sudah melemah sejak awal 2014 lantaran rencana kenaikan bunga The Fed. Apalagi, neraca perdagangan Indonesia masih defisit. Farial mengakui, situasi politik berefek ke rupiah, tapi hanya sesaat. Dominasi oposisi di parlemen hanya berupa bumbu trading harian. Menurut Farial, justru bagus jika oposisi menang di parlemen agar ada penyeimbang kekuasaan.

Albertus Christian, analis Monex Investindo Futures, menerka, jika susunan kabinet dan program pemerintah baru sesuai harapan pasar, USD/IDR berpotensi stabil di bawah Rp 11.900. Sebaliknya, jika mengecewakan, rupiah berpotensi melemah ke atas Rp 12.300 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie