KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masuknya maskapai baru, BBN Airlines, ke dalam industri penerbangan nasional menjadi perhatian di tengah dominasi dua grup besar maskapai yang menguasai sekitar 90% pasar domestik. Menurut Analis Independen Bisnis Penerbangan Nasional, Gatot Rahardjo, kehadiran BBN Airlines belum akan langsung mengubah peta persaingan, tetapi menawarkan peluang untuk meningkatkan dinamika bisnis di sektor penerbangan. “Dengan armada yang masih terbatas, BBN Airlines belum akan terlalu memengaruhi persaingan secara keseluruhan. Namun, pasar penerbangan domestik sebenarnya masih terbuka, mengingat pada 2023 jumlah penumpang domestik baru mencapai 83% dari angka tahun 2019,” ungkap Gatot kepada KONTAN, Senin (18/11).
Baca Juga: Target Harga Tiket Pesawat Turun Nataru Memberatkan Bisnis Maskapai Meski demikian, Gatot mencatat bahwa penguasaan pasar penerbangan nasional saat ini didominasi oleh dua grup besar. Hal ini menciptakan situasi yang menyerupai monopoli, sehingga maskapai baru harus cermat bersaing di celah pasar yang ada. Sebagai maskapai
medium service, Gatot melihat bahwa pesaing utama BBN airlines adalah maskapai seperti Pelita Air, Sriwijaya Air, NAM Air, dan Trigana Air. Namun, struktur tarif yang diatur pemerintah membuat mereka harus bersaing dengan semua maskapai, termasuk
low-cost carrier (LCC) seperti Lion Air dan Citilink. “Langkah strategis yang bisa diambil maskapai baru adalah memanfaatkan harga promosi dalam waktu tertentu, tentunya dengan persetujuan otoritas penerbangan," ujarnya. Selain itu, pemerintah seharusnya memberikan perlindungan sementara bagi maskapai baru, misalnya dengan pengaturan slot penerbangan yang strategis dan perlindungan dari praktik persaingan tidak sehat. Gatot menilai pemilihan rute menjadi faktor kunci bagi keberhasilan BBN Airlines. Maskapai dapat memilih untuk bersaing di rute-rute gemuk dengan banyak penumpang tetapi persaingan ketat, atau fokus pada rute yang kurang padat namun menawarkan tarif tiket yang lebih tinggi. “Yang penting bukan hanya banyaknya penumpang, tetapi
load factor yang tinggi dan tarif tiket yang optimal.
Load factor rendah dan tarif murah hanya akan menggerus pendapatan maskapai,” tegas Gatot.
Baca Juga: Kemenhub Masih Kaji Penurunan Tiket pada Momentum Nataru 2024 Ketika ditanya tentang respons maskapai besar seperti Garuda Indonesia, Lion Air, dan AirAsia, Gatot memperkirakan tidak akan ada langkah agresif seperti perang harga dalam waktu dekat. "Maskapai besar akan cenderung memantau langkah awal BBN Airlines. Namun, jika BBN berhasil membangun
load factor yang tinggi dan memperluas jaringan, mereka bisa menjadi pesaing potensial di masa depan,” tambahnya. Industri penerbangan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk fluktuasi harga avtur dan tingkat
keterisian penumpang yang tidak selalu stabil. Namun, Gatot optimis bahwa dengan strategi yang tepat, BBN Airlines dapat bertahan dan berkembang.
“Kunci bagi maskapai baru seperti BBN Airlines adalah memahami pasar, memanfaatkan kebijakan yang mendukung, dan memilih strategi bisnis yang tepat untuk bertahan di tengah persaingan,” tutup Gatot.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .