Keinginan bebas BK CPO sulit dikabulkan



JAKARTA. Harapan eksportir minyak sawit mentah atawa crude palm oil (CPO) supaya tidak dikenakan Bea Keluar (BK) hingga akhir tahun tampak sulit direalisasikan. Pasalnya, pemerintah tetap akan menggunakan skema penghitungan BK yang biasa dijalankan selama ini mengikuti perkembangan harga.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, mengenai penetapan BK CPO ini pemerintah Indonesia dan Malaysia berbeda faham. "Di Indonesia tidak se-fleksibel dengan Malaysia," kata Lutfi, Rabu, (8/10).

Seperti diketahui, selama ini sistem penerapan BK CPO Indonesia sudah sangat canggih. Dengan sistem yang berlaku saat ini, BK CPO akan rendah bila harga CPO dunia mengalami penurunan. Demikian sebaliknya. Batas harga CPO yang dikenakan BK sendiri adalah US$ 750 per ton.


Bagi pemerintah, pemanfaatan CPO untuk penyerapan di pasar lokal menjadi prioritas utama. "Kita sudah bicara dengan Pertamina, dan ESDM untuk mengenjot penggunaan biodiesel dalam negeri sehingga harga menjadi lebih baik," kata Lutfi.

Pada bulan Oktober ini, pemerintah membebaskan BK CPO. Hal tersebut dikarenakan harga referensi untuk perhitungan BK CPO untuk bulan Oktober ini lebih rendah dibandingkan untuk referensi bulan September yang mencapai US$ 740 per ton. Harga referensi CPO sebagai perhitungan BK yakni di bulan Agustus-September berada di kisaran US$ 650 per ton-US$ 660 per ton.

Pembebasan BK CPO ini sebenarnya sudah dilakukan Malaysia sejak September lalu. Di negeri Jiran tersebut pemerintahannya mengambil langkah untuk membebaskan BK selama dua bulan, dan bahkan diwacanakan akan diperpanjang hingga akhir tahun mendatang.

Sebelumnya, pemerintah Malaysia menetapkan bea keluar CPO untuk Spetember lalu sebesar 4,5%. Namun untuk menyeimbangkan dengan anjloknya harga CPO pemerintah setempat membebaskan BK dan diproyeksi akan semakin meningkatkan ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto