Kejagung Didesak Optimalkan Asset Recovery dalam Penanganan Kasus Korupsi Timah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mendalami dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 - 2022.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, modus pencucian uang dari kasus korupsi di sektor pertambangan ilegal biasanya lewat yayasan dan dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).

Dana CSR dinilai juga sebagai praktik yang seringkali terjadi untuk penggelapan pajak. Padahal dana CSR nya dibagikan kepada yayasan yang terafiliasi dengan pemilik modal. 


Baca Juga: Ini Sebab Pendapatan PT Timah (TINS) Anjlok 33% dan Berbalik Merugi

"Sehingga kasus ini jadi pelajaran bahwa selain izin tambangnya ilegal, juga penelusuran bagaimana uang itu digunakan untuk mendanai perusahaan-perusahaan cangkang, baik di dalam, di luar negeri, ataupun kedok dana sosial atau CSR. Ini di sini perlu diaudit secara tuntas seluruhnya," ujar Bhima saat dihubungi Kontan, Minggu (31/3).

Kemudian, Bhima berharap PPATK terlibat dalam penanganan kasus korupsi timah untuk menelusuri aliran dana secara lengkap dari perusahaan. 

Berikutnya, apabila ada auditor yang terlibat juga harus diinvestigasi sejauhmana keterlibatannya. Karena auditor seharusnya bisa melakukan cek apabila dana perusahaan masuk misalnya ke CSR, tetapi CSR-nya ternyata bagian dari pencucian uang.

Baca Juga: Selain Harvey Moeis, Suami Sandra Dewi, Ini Daftar Tersangka Dugaan Korupsi Timah

"Jadi kalau auditornya tidak melakukan pemberitahuan terhadap praktik kecurangan atau pencucian uang tadi, auditornya juga harus bertanggungjawab," ucap Bhima.

Selain itu, Bhima mengatakan, perlunya asset recovery dilakukan untuk pemulihan kerugian dari sisi ekologis dan kerugian ekonomi. Caranya dengan perampasan aset para tersangka yang diduga terkait dengan kasus ini dengan proses pengadilan.

Aset atau dana yang dirampas itu bisa digunakan untuk restorasi bekas-bekas tambang ilegal. Misalnya dengan reklamasi, penanaman, penghijauan kembali, dan menutup akses terhadap tambang ilegal.

"Makanya menjadi penting untuk denda yang sebesar-besarnya bukan hanya denda terhadap nilai uang yang dikorupsi, tapi denda terkait kerugian negara atau potensi penerimaan negara yang hilang tadi dalam bentuk asset recovery/pemulihan aset," jelas Bhima.

Baca Juga: Pemerintah Siap Menaikkan Royalti Timah

Dihubungi secara terpisah, Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, kasus korupsi biasanya dilakukan selalu berjamaah. Apalagi kurun waktu dugaan korupsi terbilang cukup lama yakni antara tahun 2015 - 2022.

"Kejaksaan tidak melulu menuntut hukuman tinggi pada pelaku, tetapi juga bagaimana menyita aset aset illegal milik negara dalam rangka pengembalian kerugian negara, fungsi inilah sebenarnya fungsi asset recovery," terang Fickar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli