JAKARTA. Kejaksaan Agung mengaku telah memberikan toleransi kepada salah satu tersangka Korupsi di PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Alexiat Tirtawidjaja, untuk menyelesaikan urusannya sebelum diperiksa oleh penyidik. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Adi Toegarisman, Toleransi itu dilakukan karena Alexiat harus mendampingi suaminya di Amerika. Seperti diketahui, Alexiat merupakan salah satu dari tujuh tersangka proyek Bioremediasi yang diselenggarakan oleh PT CPI. Namun, di antara ketujuh tersangka tersebut, hanya Alexiat yang belum pernah memenuhi panggilan pemeriksaan. "Toleransi ini hanya berdasarkan pertimbangan kemanusiaan," tutur Adi. Adapun waktu yang diberikan penyidik kepada pegawai PT CPI tersebut selama enam bulan. Adi bilang, waktu selama itu bisa digunakan oleh yang bersangkutan untuk menyelesaikan urusannya. Tapi Adi berharap, Alexiat bisa datang ke Indonesia sebelum waktu yang diberikan. Saat ini Alexiat sudah tidak bekerja di Indonesia. Sebelum kasus ini diperiksa Kejaksaan, Alexiat sudah dipindah tugaskan ke kantor Chevron yang ada di California, Amerika Serikat. Adapun selain Alexiat kejaksaan sudah menetapkan enam orang tersangka lainnya. Tersangka yang telah ditetapkan Kejaksaan Agung yaitu empat tersangka dari Chevron yaitu Endah Rubiyanti (ER), Widodo (WD), Kukuh (KK), dan Bachtiar Abdul Fatah (BAF). Sedangkan dua tersangka dari perusahaan swasta yaitu Ricksy Prematuri (RP) selaku Direktur perusahaan kontraktor PT GPI dan Herlan (HL) selaku Direktur PT Sumigita Jaya. Sementara itu, terkait perkembangan kasusnya, Adi mengatakan penyidik masih mendalami perkara tersebut. Sejauh ini, sudah ada berbagai pihak yang dipanggil, selain dari pihak Chevron sendiri, kejaksaan juga sudah memeriksa BP Migas. Kasus dugaan korupsi ini berawal dari adanya perjanjian antara BP Migas dengan Chevron. Pada perjanjian tersebut juga ada pembagian yang mengatur mengenai biaya untuk melakukan remediasi atau disebut cost recovery. Ternyata kegiatan remediasi yang seharusnya dilakukan selama perjanjian berlangsung tidak dilaksanakan dua perusahaan swasta yang ditunjuk Chevron yaitu PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya. Sedangkan anggaran untuk proyek remediasi atau cost recovery sudah dicairkan BP Migas sebesar 23,361 juta Dolar AS atau sekitar Rp 200 miliar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kejagung melunak pada tersangka korupsi Chevron
JAKARTA. Kejaksaan Agung mengaku telah memberikan toleransi kepada salah satu tersangka Korupsi di PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Alexiat Tirtawidjaja, untuk menyelesaikan urusannya sebelum diperiksa oleh penyidik. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Adi Toegarisman, Toleransi itu dilakukan karena Alexiat harus mendampingi suaminya di Amerika. Seperti diketahui, Alexiat merupakan salah satu dari tujuh tersangka proyek Bioremediasi yang diselenggarakan oleh PT CPI. Namun, di antara ketujuh tersangka tersebut, hanya Alexiat yang belum pernah memenuhi panggilan pemeriksaan. "Toleransi ini hanya berdasarkan pertimbangan kemanusiaan," tutur Adi. Adapun waktu yang diberikan penyidik kepada pegawai PT CPI tersebut selama enam bulan. Adi bilang, waktu selama itu bisa digunakan oleh yang bersangkutan untuk menyelesaikan urusannya. Tapi Adi berharap, Alexiat bisa datang ke Indonesia sebelum waktu yang diberikan. Saat ini Alexiat sudah tidak bekerja di Indonesia. Sebelum kasus ini diperiksa Kejaksaan, Alexiat sudah dipindah tugaskan ke kantor Chevron yang ada di California, Amerika Serikat. Adapun selain Alexiat kejaksaan sudah menetapkan enam orang tersangka lainnya. Tersangka yang telah ditetapkan Kejaksaan Agung yaitu empat tersangka dari Chevron yaitu Endah Rubiyanti (ER), Widodo (WD), Kukuh (KK), dan Bachtiar Abdul Fatah (BAF). Sedangkan dua tersangka dari perusahaan swasta yaitu Ricksy Prematuri (RP) selaku Direktur perusahaan kontraktor PT GPI dan Herlan (HL) selaku Direktur PT Sumigita Jaya. Sementara itu, terkait perkembangan kasusnya, Adi mengatakan penyidik masih mendalami perkara tersebut. Sejauh ini, sudah ada berbagai pihak yang dipanggil, selain dari pihak Chevron sendiri, kejaksaan juga sudah memeriksa BP Migas. Kasus dugaan korupsi ini berawal dari adanya perjanjian antara BP Migas dengan Chevron. Pada perjanjian tersebut juga ada pembagian yang mengatur mengenai biaya untuk melakukan remediasi atau disebut cost recovery. Ternyata kegiatan remediasi yang seharusnya dilakukan selama perjanjian berlangsung tidak dilaksanakan dua perusahaan swasta yang ditunjuk Chevron yaitu PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya. Sedangkan anggaran untuk proyek remediasi atau cost recovery sudah dicairkan BP Migas sebesar 23,361 juta Dolar AS atau sekitar Rp 200 miliar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News