KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jaksa penuntut umum (JPU) akan mengajukan banding atas vonis terhadap lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian izin fasilitas ekspor
crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, banding dilakukan karena vonis hakim tidak sesuai dengan rasa keadilan bagi masyarakat dan kerugian negara yang timbul dari kasus itu. "Penuntut umum melakukan upaya hukum banding karena tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, terutama kerugian yang diderita masyarakat, yakni perekonomian negara dan termasuk kerugian negara," kata Ketut dalam keterangan tertulis, Rabu (4/1/2023).
Baca Juga: Kecewa Putusan Kasus Minyak Goreng, Jaksa Berencana Ajukan Banding Mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana divonis 3 tahun dan denda Rp 100 juta dalam kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah atau CPO. Kemudian, tiga terdakwa lainnya, yakni anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; General Manager Bagian General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA divonis masing-masing 1 tahun penjara. Sementara itu, 1 terdakwa lain yaitu Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor divonis 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta. Dalam persidangan yang digelar tadi siang, jaksa menyebutkan bahwa kasus korupsi itu dilakukan Indra Sari Wisnu Wardhana bersama Lin Che Wei, Master Parulian Tumanggor, Pierre Togar Sitanggang dan Stanley MA. Dalam kasus ini, Indra Sari Wisnu Wardhana dinilai telah melakukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah. Tindakan Wisnu memberikan persetujuan ekspor (PE) diduga telah memperkaya orang lain maupun korporasi. Menurut jaksa, perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya. Akibatnya, timbul kerugian sekitar Rp 18,3 triliun. Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara sebesar Rp 6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp 12.312053.298.925. “Merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925,” kata jaksa.
Baca Juga: Divonis Penjara 1 Tahun di Kasus Minyak Goreng, Kubu Lin Che Wei Sebut Harusnya Bebas Lebih lanjut, jaksa menyebut, dari perhitungan kerugian negara sebesar Rp 6 triliun, negara menanggung beban kerugian Rp 2.952.526.912.294,45 atau Rp 2,9 triliun. Menurut jaksa, kerugian keuangan negara itu merupakan dampak langsung dari penyalahgunaan fasilitas PE produk CPO dan turunannya atas perusahaan yang berada di bawah naungan Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas. Wisnu dan empat tersangka lain didakwa memanipulasi pemenuhan persyaratan
domestic market obligation (DMO) dan
domestic price obligation (DPO). DMO merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit memenuhi stok dalam negeri. Sementara itu, DPO merupakan harga penjualan minyak sawit dalam negeri. Akibat DMO tidak disalurkan, negara akhirnya mesti mengeluarkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu beban masyarakat.
“Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam penyaluran BLT tambahan khusus minyak goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan,” tutur jaksa. Adapun sejumlah korporasi yang menerima kekayaan dalam akibat persetujuan ekspor CPO itu adalah Grup Wilmar sebanyak Rp 1.693.219.882.064, Grup Musim Mas Rp 626.630.516.604, dan Grup Permata Hijau Rp 124.418.318.216. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul
"Kejagung Ajukan Banding atas Putusan 5 Terdakwa Korupsi Izin Ekspor CPO" Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto