KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejaksaan Agung semakin meyakini bahwa kasus gagal bayar di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah direncanakan. Negara berpotensi mengalami kerugian akibat adanya dugaan manipulasi dalam berinvestasi saham. Hal itu disampaikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah seusai bertemu dengan pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rabu (4/3) kemarin. Baca Juga: BPK: Pembahasan soal Jiwasraya tidak sampai ke bailout
"Kita makin mantaplah bahwa dari alat-alat bukti yang dihimpun penyidik dan teman-teman auditor, makin mengerucut dan kami yakini bahwa memang Jiwasraya sudah direncanakan untuk dibobol," kata Febrie di Gedung Bundar, Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (4/3) malam. Kendati demikian, ia belum mau mengungkapkan kerugian negara akibat kasus tersebut. Penghitungan kerugian negara itu dilakukan oleh BPK. Namun, Febrie menuturkan, jumlahnya sekitar Rp 17 triliun seperti perkiraan sementara Kejagung. "Sekitar itu (Rp 17 triliun). Tapi komanya, angka-angka komanya tunggu teman-teman BPK lah," ujar dia. Menurut Febrie, BPK akan merilis angka kerugian negara tersebut tak lama lagi. Setelah BPK merilis kerugian negara, Kejagung akan langsung melimpahkan berkas perkara untuk tiga tersangka kasus Jiwasraya ke jaksa penuntut umum. Ketiga tersangka yang dimaksud yaitu mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Harry Prasetyo, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan. "Begitu rilis, kita serahkan berkas ke teman-teman JPU," tutur dia. Baca Juga: BPK umumkan kerugian negara akibat kasus Jiwasraya, Senin pekan depan