JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) memutuskan melakukan penahanan terhadap Direktur Operasional PT Mapna Indonesia, M. Bahalwan. Tersangka kasus dugaan korupsi pelaksanaan pekerjaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbine (GT) 2.1 dan 2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 2 Belawan tahun 2012 itu ditahan dalam kurun waktu 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. "Terhitung dari tanggal 27 Januari 2013 sampai dengan 15 Februari 2014 berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-03/F.2/Fd.1/01/2014, tanggal 27 Januari 2014," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Setia Untung Arimuladi, Selasa (28/1).Penahanan ini dilakukan seiring penetapan M. Bahalwan sebagai tersangka. Dimana surat perintah penyidikan (sprindik) No: 11/F.2/Fd.1/01/2014 juga terbit 27 Januari. "Setelah dilakukan pengembangan penyidikan, penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup untuk kembali menambah jumlah tersangka," jelasnya.Selain terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi, penyidik juga menemukan adanya dugaan aliran dana yang mencurigakan dalam rekening pribadi tersangka yang berasal dari proyek pengadaan proyek ini sebesar Rp 90 miliar.Setidaknya, Kejagung sudah menetapkan lima orang tersangka di kasus ini yakni Chris Leo Manggala selaku mantan General Manager KITSBU, Surya Dharma Sinaga selaku Manager Sektor Labuan Angin, Supra Dekanto Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia, Rodi Cahyawan Karyawan Badan Usaha Milik Negara PT PLN Pembangkit Sumbagut, dan Muhammad Ali karyawan Badan Usaha Milik Negara PT PLN Pembangkit Sumbagu.Kejaksaan menemukan dugaan korupsi dalam kasus tersebut karena dalam pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak dimana output mesin yang seharusnya 132 MW ternyata hanya 123 MW.Kejanggalan lainnya, pekerjaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbine (GT) 2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 2 Belawan tidak dikerjakan, terdapat kemahalan harga, dan kontrak yang di addendum menjadi Rp 554 miliar telah melampaui harga perkiraan Rp 527 miliar. Perkiraan kerugian negara di kasus ini mencapai Rp 25 miliar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kejagung tahan Direktur Mapna Indonesia
JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) memutuskan melakukan penahanan terhadap Direktur Operasional PT Mapna Indonesia, M. Bahalwan. Tersangka kasus dugaan korupsi pelaksanaan pekerjaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbine (GT) 2.1 dan 2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 2 Belawan tahun 2012 itu ditahan dalam kurun waktu 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. "Terhitung dari tanggal 27 Januari 2013 sampai dengan 15 Februari 2014 berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-03/F.2/Fd.1/01/2014, tanggal 27 Januari 2014," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Setia Untung Arimuladi, Selasa (28/1).Penahanan ini dilakukan seiring penetapan M. Bahalwan sebagai tersangka. Dimana surat perintah penyidikan (sprindik) No: 11/F.2/Fd.1/01/2014 juga terbit 27 Januari. "Setelah dilakukan pengembangan penyidikan, penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup untuk kembali menambah jumlah tersangka," jelasnya.Selain terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi, penyidik juga menemukan adanya dugaan aliran dana yang mencurigakan dalam rekening pribadi tersangka yang berasal dari proyek pengadaan proyek ini sebesar Rp 90 miliar.Setidaknya, Kejagung sudah menetapkan lima orang tersangka di kasus ini yakni Chris Leo Manggala selaku mantan General Manager KITSBU, Surya Dharma Sinaga selaku Manager Sektor Labuan Angin, Supra Dekanto Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia, Rodi Cahyawan Karyawan Badan Usaha Milik Negara PT PLN Pembangkit Sumbagut, dan Muhammad Ali karyawan Badan Usaha Milik Negara PT PLN Pembangkit Sumbagu.Kejaksaan menemukan dugaan korupsi dalam kasus tersebut karena dalam pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak dimana output mesin yang seharusnya 132 MW ternyata hanya 123 MW.Kejanggalan lainnya, pekerjaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbine (GT) 2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 2 Belawan tidak dikerjakan, terdapat kemahalan harga, dan kontrak yang di addendum menjadi Rp 554 miliar telah melampaui harga perkiraan Rp 527 miliar. Perkiraan kerugian negara di kasus ini mencapai Rp 25 miliar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News