JAKARTA. Staf Khusus Presiden bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN Denny Indrayana, mengharapkan Kejaksaan Agung tetap berupaya mencari solusi hukum agar Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Chandra M Hamzah dan Bibit S Rinto yang dipraperadilankan Anggodo Widjojo, tetap berlaku. Denny meminta Kejaksaan Agung memanfaatkan fakta yang terungkap dalam persidangan Anggodo Widjojo bahwa telah terjadi permufakatan jahat untuk menyuap. Menurut Denny, fakta hukum itu bisa melemahkan tuduhan pemerasan yang disampaikan Anggodo dalam praperadilan SKPP Bibit dan Chandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, April 2010 lalu. "Saya pikir itu akan jadi dasar pertimbangan yang sangat baik yang akan dipilih oleh kejaksaan agung," ujar Denny di kompleks Istana Presiden, Jumat (8/10). Selain itu dasar pertimbangan lainnya adalah rekomendasi tim 8 atas kasus Bibit dan Chandra. Kemudian, arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)untuk solusi di luar pengadilan yang berujung keluarnya SKPP. Yang jelas, kata Denny, sepenuhnya solusi hukum terhadap penolakan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung diserahkan kepada Kejaksaan Agung. "Masih ada ruang untuk menyikapinya dan ruang itu harus tetap sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi," kata Denny. Sekadar informasi, Mahkamah Agung memutuskan PK atas putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai NO atau Niet Ontvankelijk Verklaard, artinya tidak dapat menerima PK lantaran tidak memenuhi syarat formal. Mengacu pada Undang-undang Nomor 5 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu MA berhak memutus PK dalam tingkat kasasi, kecuali yang dibatasi oleh undang-undang yaitu putusan pra peradilan. Putusan MA terbit Kamis (7/10) dengan Ketua Imron Anwari dengan hakim anggota Komariah Sapar Jaya dan Mugiharjo dengan nomor perkara 152 PK/ Pid./ 2010. Pernyataan ini menurut Denny sebenarnya pernyataan pribadinya, bukan mewakili Presiden. Namun, dia berjanji akan melapor ke Presiden soal penolakan PK itu.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kejaksaan diharap mencari solusi untuk Bibit Chandra
JAKARTA. Staf Khusus Presiden bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN Denny Indrayana, mengharapkan Kejaksaan Agung tetap berupaya mencari solusi hukum agar Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Chandra M Hamzah dan Bibit S Rinto yang dipraperadilankan Anggodo Widjojo, tetap berlaku. Denny meminta Kejaksaan Agung memanfaatkan fakta yang terungkap dalam persidangan Anggodo Widjojo bahwa telah terjadi permufakatan jahat untuk menyuap. Menurut Denny, fakta hukum itu bisa melemahkan tuduhan pemerasan yang disampaikan Anggodo dalam praperadilan SKPP Bibit dan Chandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, April 2010 lalu. "Saya pikir itu akan jadi dasar pertimbangan yang sangat baik yang akan dipilih oleh kejaksaan agung," ujar Denny di kompleks Istana Presiden, Jumat (8/10). Selain itu dasar pertimbangan lainnya adalah rekomendasi tim 8 atas kasus Bibit dan Chandra. Kemudian, arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)untuk solusi di luar pengadilan yang berujung keluarnya SKPP. Yang jelas, kata Denny, sepenuhnya solusi hukum terhadap penolakan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung diserahkan kepada Kejaksaan Agung. "Masih ada ruang untuk menyikapinya dan ruang itu harus tetap sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi," kata Denny. Sekadar informasi, Mahkamah Agung memutuskan PK atas putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai NO atau Niet Ontvankelijk Verklaard, artinya tidak dapat menerima PK lantaran tidak memenuhi syarat formal. Mengacu pada Undang-undang Nomor 5 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu MA berhak memutus PK dalam tingkat kasasi, kecuali yang dibatasi oleh undang-undang yaitu putusan pra peradilan. Putusan MA terbit Kamis (7/10) dengan Ketua Imron Anwari dengan hakim anggota Komariah Sapar Jaya dan Mugiharjo dengan nomor perkara 152 PK/ Pid./ 2010. Pernyataan ini menurut Denny sebenarnya pernyataan pribadinya, bukan mewakili Presiden. Namun, dia berjanji akan melapor ke Presiden soal penolakan PK itu.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News