JAKARTA. Kasus PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR) rupanya masih menyisakan masalah. Kejaksaan Negeri (Kejari) Cibadak, Sukabumi, kebingungan mengeksekusi putusan Mahkamah Agung No.308 K/Pid/2004 yang memerintahkan membagi aset perusahaan agribisnis ini kepada seluruh investor. "Lantaran investornya banyak, kejaksaan kesulitan dalam membagi aset tersebut. Untuk itulah kami mengajukan permohonan pailit," kata Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Cibadak Sekti Anggraini, Ahad (17/3). Sekti menuturkan, Kejari kebingungan membagi aset QSAR kepada investor secara adil berimbang. Maklum saja, investor perusahaan itu mencapai 6.480 orang selaku kreditur yang kedudukan berbeda baik yakni kreditur preferen dan konkuren. Dengan alasan kepentingan umum, makanya Kejari melayangkan kepailitan ke Pengadilan Niaga Jakarta dengan merujuk Pasal 2 ayat (2) UU No.31 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Selain itu, ada juga Peraturan Jaksa Agung RI No. 040/A/JA/12/2010 yaitu Tugas dan Wewenang Jaksa Pengacara Negara (JPN). Peraturan tersebut memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk mengajukan permohonan pailit demi kepentingan umum. "Dengan proses pailit, seluruh aset QSAR semuanya akan ditarik dan dihitung oleh kurator sehingga seluruh kreditor memperoleh pembayaran sesuai dengan kedudukan para kreditor. Dengan demikian, kejaksaan telah melaksanakan eksekusi tersebut," jelasnya. Adapun aset perusahaan itu diantaranya kendaraan bermotor, tanah dan bangungan yang tersebar di 99 lokasi, uang tunai sebesar Rp 1,3 miliar, serta aset lainnya yang harus dikembalikan kepada investor yang tergabung dalam Forum Komunikasi Investor (FKI), Forum Advokasi Investor (FAI), Solidaritas Investor Alam Raya (SIAR), Kelompok Adnan Buyung Nasution, Kelompok Gusti Randa, dan sejumlah investor yang tidak termasuk dalam forum tersebut Dalam persidangan, Kamis (14/3) lalu, Majelis Hakim yang diketuai Amin Sutikno memutuskan untuk melanjutkan persidangan meski tanpa kehadiran Direktur Utama (Dirut) QSAR, Ramly Arabi. Pengadilan sudah memanggil Ramly secara patut, namun tidak ada salah satu pihak yang mengatasnamakan Ramly di muka persidangan. Cuma, ada juga investor yang menyampaikan keberatan dengan langkah Kejari ini. Ricco Akbar, selaku investor, menjelaskan, ia keberatan dengan langkah pengajuan pailit ini seharusnya kejaksaan untuk melaksanakan eksekusi dengan mengembalikan aset QSAR kepada investor. "Ini sebenarnya ranah pidana. Dalam pasal 270, 280 KUHAP menyebutkan barang sitaan dikembalikan ke yang berhak," katanya. Rencananya sidang bakal kembali digelar pada Kamis (21/3) mendatang dengan agenda pembuktian. Sekedar mengingatkan, QSAR dimulai pada 1998, saat Ramli merintis sebuah usaha tani dengan modal awal Rp 36 juta di daerah Suka Jembar, Kecamatan Takokak, Kabupaten Cianjur. Pada 16 April 1998, Ramly pindah lokasi ke Situgunung, dengan area pertanian seluas 5 hektare. Di daerah itulah, Ramly menamakan usahanya dengan Usaha Tani Alam Raya. Selang dua tahun, Usaha Tani Alam Raya berubah bentuk menjadi sebuah perseroan terbatas bernama QSAR. Ramly menjadi pemegang saham mayoritas perusahaan dan diangkat menjadi Direktur Utama. Untuk mengembangkan perusahaan yang bergerak di bidang pertanian sayur mayur, peternakan sapi potong, perikanan laut dan tawar, dan produksi air mineral, lantas menarik dana dari para investor. QSAR mengajukan proposal kerjasama ke setiap investor dengan komposisi keuntungan 60:40. Tak hanya itu, apabila terjadi musibah Ramly menjanjikan mengembalikan seluruh modal investor. Langkah ini sukses menarik 6.800 investor dan dana yang terkumpul mencapai Rp 467 miliar. Pada awalnya, keuntungan para investor dibayarkan sesuai perjanjian. Namun, sejak Januari 2002, pembayaran keuntungan mandek. Bahkan belakangan, modal investor pun tak bisa dikembalikan. Investor akhirnya melaporkan Ramly dan direksi perusahaan ke polisi. Pada 17 Desember 2003 Pengadilan Tinggi Bandung memutuskan Ramly bersalah menghimpun dana masyarakat tanpa izin. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Cibadak menghukum Ramly 8 tahun penjara dan membayar denda Rp 10 miliar. Putusan juga menyatakan agar barang bukti di persidangan diserahkan kepada para investor setelah dijual lelang dengan harga yang pantas dan layak.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kejaksaan pilih pailitkan QSAR
JAKARTA. Kasus PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR) rupanya masih menyisakan masalah. Kejaksaan Negeri (Kejari) Cibadak, Sukabumi, kebingungan mengeksekusi putusan Mahkamah Agung No.308 K/Pid/2004 yang memerintahkan membagi aset perusahaan agribisnis ini kepada seluruh investor. "Lantaran investornya banyak, kejaksaan kesulitan dalam membagi aset tersebut. Untuk itulah kami mengajukan permohonan pailit," kata Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Cibadak Sekti Anggraini, Ahad (17/3). Sekti menuturkan, Kejari kebingungan membagi aset QSAR kepada investor secara adil berimbang. Maklum saja, investor perusahaan itu mencapai 6.480 orang selaku kreditur yang kedudukan berbeda baik yakni kreditur preferen dan konkuren. Dengan alasan kepentingan umum, makanya Kejari melayangkan kepailitan ke Pengadilan Niaga Jakarta dengan merujuk Pasal 2 ayat (2) UU No.31 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Selain itu, ada juga Peraturan Jaksa Agung RI No. 040/A/JA/12/2010 yaitu Tugas dan Wewenang Jaksa Pengacara Negara (JPN). Peraturan tersebut memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk mengajukan permohonan pailit demi kepentingan umum. "Dengan proses pailit, seluruh aset QSAR semuanya akan ditarik dan dihitung oleh kurator sehingga seluruh kreditor memperoleh pembayaran sesuai dengan kedudukan para kreditor. Dengan demikian, kejaksaan telah melaksanakan eksekusi tersebut," jelasnya. Adapun aset perusahaan itu diantaranya kendaraan bermotor, tanah dan bangungan yang tersebar di 99 lokasi, uang tunai sebesar Rp 1,3 miliar, serta aset lainnya yang harus dikembalikan kepada investor yang tergabung dalam Forum Komunikasi Investor (FKI), Forum Advokasi Investor (FAI), Solidaritas Investor Alam Raya (SIAR), Kelompok Adnan Buyung Nasution, Kelompok Gusti Randa, dan sejumlah investor yang tidak termasuk dalam forum tersebut Dalam persidangan, Kamis (14/3) lalu, Majelis Hakim yang diketuai Amin Sutikno memutuskan untuk melanjutkan persidangan meski tanpa kehadiran Direktur Utama (Dirut) QSAR, Ramly Arabi. Pengadilan sudah memanggil Ramly secara patut, namun tidak ada salah satu pihak yang mengatasnamakan Ramly di muka persidangan. Cuma, ada juga investor yang menyampaikan keberatan dengan langkah Kejari ini. Ricco Akbar, selaku investor, menjelaskan, ia keberatan dengan langkah pengajuan pailit ini seharusnya kejaksaan untuk melaksanakan eksekusi dengan mengembalikan aset QSAR kepada investor. "Ini sebenarnya ranah pidana. Dalam pasal 270, 280 KUHAP menyebutkan barang sitaan dikembalikan ke yang berhak," katanya. Rencananya sidang bakal kembali digelar pada Kamis (21/3) mendatang dengan agenda pembuktian. Sekedar mengingatkan, QSAR dimulai pada 1998, saat Ramli merintis sebuah usaha tani dengan modal awal Rp 36 juta di daerah Suka Jembar, Kecamatan Takokak, Kabupaten Cianjur. Pada 16 April 1998, Ramly pindah lokasi ke Situgunung, dengan area pertanian seluas 5 hektare. Di daerah itulah, Ramly menamakan usahanya dengan Usaha Tani Alam Raya. Selang dua tahun, Usaha Tani Alam Raya berubah bentuk menjadi sebuah perseroan terbatas bernama QSAR. Ramly menjadi pemegang saham mayoritas perusahaan dan diangkat menjadi Direktur Utama. Untuk mengembangkan perusahaan yang bergerak di bidang pertanian sayur mayur, peternakan sapi potong, perikanan laut dan tawar, dan produksi air mineral, lantas menarik dana dari para investor. QSAR mengajukan proposal kerjasama ke setiap investor dengan komposisi keuntungan 60:40. Tak hanya itu, apabila terjadi musibah Ramly menjanjikan mengembalikan seluruh modal investor. Langkah ini sukses menarik 6.800 investor dan dana yang terkumpul mencapai Rp 467 miliar. Pada awalnya, keuntungan para investor dibayarkan sesuai perjanjian. Namun, sejak Januari 2002, pembayaran keuntungan mandek. Bahkan belakangan, modal investor pun tak bisa dikembalikan. Investor akhirnya melaporkan Ramly dan direksi perusahaan ke polisi. Pada 17 Desember 2003 Pengadilan Tinggi Bandung memutuskan Ramly bersalah menghimpun dana masyarakat tanpa izin. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Cibadak menghukum Ramly 8 tahun penjara dan membayar denda Rp 10 miliar. Putusan juga menyatakan agar barang bukti di persidangan diserahkan kepada para investor setelah dijual lelang dengan harga yang pantas dan layak.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News