KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejaksaan Agung masih terus menyisir penyidikan kasus dugaan korupsi di tambang nikel Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Seiring berjalannya kasus ini, kejaksaan mendapatkan tekanan dari pihak-pihak lain yang tidak senang dengan penanganan kasus dari instansi yang dipimpin oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin. Pengamat Hukum dan Kejaksaan, Fajar Trio menyebutkan pihak-pihak yang terseret dalam kasus ini melakukan segala upaya untuk melemahkan citra Kejaksaan yang diketahui memang tengah gencar memberantas korupsi di negeri ini. "Pemberantasan kasus korupsi terutama kasus Blok Mandiodo yang ditangani Kejaksaan Agung saat ini begitu masif. Kondisi ini tentu membuat para koruptor dan pendukungnya melakukan perlawanan balik alias corruptor fight back, harus diwaspadai. Sangat wajar jika para koruptor terus mencari cara melawan upaya pemberantasan korupsi yang gencar dilakukan Jaksa Agung ST Burhanuddin," kata Fajar dalam keterangannya Jumat (27/10). Ia menyebutkan langkah yang yang paling mudah untuk dilakukan adalah dengan menjelekkan seperti menjual nama Jaksa Agung seperti yang dilakukan seorang tersangka AS yang sudah ditangkap karena menjadi makelar kasus penyidikan korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo yang saat ini ditangani Pidsus Kejagung ini. "Orang-orang seperti ini dan para koruptor inilah yang sudah ditangkap dan terdesak melakukan pengalihan isu dengan melemparkan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar dan hanya menjadi asumsi. Para koruptor ini pastinya menggunakan segala cara untuk membangun opini-opini negatif baik kepada perorangan maupun institusi Adhyaksa, tak terkecuali menargetkan Jaksa Agung," kata dia. Berkaca dari kondisi tersebut, Fajar meminta jajaran Kejaksaan untuk tetap fokus menangani perkara korupsi hingga tuntas. Misalnya terhadap penanganan tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana asal (predicate crime) harus diikuti penanganan dan pembuktian tindak pidana lanjutannya (follow up crime) seperti tindak pidana pencucian uang (TPPU). "Selain itu, Jaksa Agung harus mendorong jajaran bidang pengawasan tidak melakukan pemantauan dan inspeksi secara formalitas semata atau tidak sekadar mencari-cari kesalahan yang tidak substansial. Sebab, jajaran Bidang Pengawasan memikul tanggung jawab besar dalam meningkatkan profesionalitas dan integritas dari seluruh Insan Adhyaksa sebagai para pendekar hukum," ujarnya. Dalam kasus ini kejaksaan sudah menjerat beberapa pihak. Misalnya mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin, setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara yang menyebabkan kerugian negara Rp 5,7 triliun. Dalam kasus ini, Ridwan berperan sebagai oknum pemangku kebijakan.
Kejaksaan Sidik Kasus Blok Mandiodo, Pengamat Endus Upaya Perlawanan Balik Koruptor
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejaksaan Agung masih terus menyisir penyidikan kasus dugaan korupsi di tambang nikel Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Seiring berjalannya kasus ini, kejaksaan mendapatkan tekanan dari pihak-pihak lain yang tidak senang dengan penanganan kasus dari instansi yang dipimpin oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin. Pengamat Hukum dan Kejaksaan, Fajar Trio menyebutkan pihak-pihak yang terseret dalam kasus ini melakukan segala upaya untuk melemahkan citra Kejaksaan yang diketahui memang tengah gencar memberantas korupsi di negeri ini. "Pemberantasan kasus korupsi terutama kasus Blok Mandiodo yang ditangani Kejaksaan Agung saat ini begitu masif. Kondisi ini tentu membuat para koruptor dan pendukungnya melakukan perlawanan balik alias corruptor fight back, harus diwaspadai. Sangat wajar jika para koruptor terus mencari cara melawan upaya pemberantasan korupsi yang gencar dilakukan Jaksa Agung ST Burhanuddin," kata Fajar dalam keterangannya Jumat (27/10). Ia menyebutkan langkah yang yang paling mudah untuk dilakukan adalah dengan menjelekkan seperti menjual nama Jaksa Agung seperti yang dilakukan seorang tersangka AS yang sudah ditangkap karena menjadi makelar kasus penyidikan korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo yang saat ini ditangani Pidsus Kejagung ini. "Orang-orang seperti ini dan para koruptor inilah yang sudah ditangkap dan terdesak melakukan pengalihan isu dengan melemparkan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar dan hanya menjadi asumsi. Para koruptor ini pastinya menggunakan segala cara untuk membangun opini-opini negatif baik kepada perorangan maupun institusi Adhyaksa, tak terkecuali menargetkan Jaksa Agung," kata dia. Berkaca dari kondisi tersebut, Fajar meminta jajaran Kejaksaan untuk tetap fokus menangani perkara korupsi hingga tuntas. Misalnya terhadap penanganan tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana asal (predicate crime) harus diikuti penanganan dan pembuktian tindak pidana lanjutannya (follow up crime) seperti tindak pidana pencucian uang (TPPU). "Selain itu, Jaksa Agung harus mendorong jajaran bidang pengawasan tidak melakukan pemantauan dan inspeksi secara formalitas semata atau tidak sekadar mencari-cari kesalahan yang tidak substansial. Sebab, jajaran Bidang Pengawasan memikul tanggung jawab besar dalam meningkatkan profesionalitas dan integritas dari seluruh Insan Adhyaksa sebagai para pendekar hukum," ujarnya. Dalam kasus ini kejaksaan sudah menjerat beberapa pihak. Misalnya mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin, setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara yang menyebabkan kerugian negara Rp 5,7 triliun. Dalam kasus ini, Ridwan berperan sebagai oknum pemangku kebijakan.