KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menuturkan, dalam upaya menurunkan prevalensi
stunting tahun ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih akan melanjutkan 11 strategi intervensi yang dijalankan. Dimana dari program intervensi penurunan
stunting akan fokus pada ibu hamil dan bayi baru lahir. Adapun 11 program intervensi spesifik Kementerian Kesehatan untuk atasi
stunting ialah
screening anemia, konsumsi tablet tambah darah remaja putri, pemeriksaan kehamilan. Kemudian konsumsi tablet tambah darah untuk ibu hamil, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronis, pemantauan pertumbuhan balita, ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI kaya protein hewani bagi bawah usia dua tahun (baduta).
Program tatalaksana balita dengan masalah gizi, peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi serta edukasi remaja putri, ibu hamil dan keluarga mengenai
stunting.
Baca Juga: KPK Kembalikan Aset Kerugian Negara Rp 574,74 Miliar, Pemberatasan Korupsi Membaik? "Jadi kita tetap ada 11 strategi penanganan
stunting di intervensi spesifik yang kita teruskan. Anggarannya kita sekitar Rp14 triliun, tapi ini terbagi-bagi di APBN kita sendiri Rp 7,5 triliun, DAK fisik kita titip ke APBD ada Rp 3,1 (triliun) dan DAK non fisik Rp 3,5 (triliun)," jelas Budi dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (9/2). Budi menjelaskan bahwa seluruh anggaran tersebut bukan berarti seluruhnya digunakan untuk program
stunting. Namun program-program tersebut pada akhirnya berhubungan dengan upaya pemerintah dalam penurunan
stunting. Misalnya pada anggaran Kementerian Kesehatan 2023 dalam mendukung percepatan penurunan
stunting sebesar Rp 7,5 triliun, terbagi menjadi 4 program. Diantaranya, program kesehatan masyarakat program pelayanan kesehatan dan JKN, program pencegahan dan pengendalian penyakit serta program pendidikan dan pelatihan vokasi. "Ada program kesehatan masyarakat kita mengenai makanan tambahan, kita persiapkan juga ada intervensi kesehatan lingkungan di desa-desa untuk yang memang kita masukkan kategori lingkungannya tidak baik," jelasnya. Kemudian dana alokasi khusus (DAK) fisik tahun 2023 dalam mendukung percepatan penurunan
stunting dialokasikan sebesar Rp 3,1 triliun. Budi menjelaskan pada anggaran DAK fisik paling banyak akan digunakan untuk melengkapi antropometri di seluruh posyandu di Indonesia. "Paling banyak kita akan lengkapi antropometri di posyandu. Rencana kita naik tadinya 60.000 kita selesaikan 200.000 tahun ini. Tapi kita sekarang sedang mencari tambahan supaya bisa 200.000 tahun ini seperti pernyataan Presiden," imbuhnya. Selain itu, dengan anggaran DAK fisik tersebut pemerintah akan memastikan tatalaksana
stunting di rumah sakit umum daerah siap apabila ada pasien
stunting memerlukan perawatan. Tak hanya pemenuhan antropometri, pemerintah juga akan melengkapi alat USG di Puskesmas-Puskesmas yang belum memiliki.
Baca Juga: Kasus Dugaan Korupsi BTS, Kejagung: Menkominfo Akan Menjadi Saksi pada 14 Februari Budi melanjutkan, untuk anggaran DAK non fisik tahun 2023 paling banyak akan digunakan untuk pemberian makanan tambahan lokal. Ia menjelaskan pemerintah daerah dapat menggunakan anggaran ini untuk memberikan makanan tambahan kepada ibu hamil dan juga baduta. Sebagai informasi pemerintah menargetkan prevalensi
stunting turun menjadi 14/% pada 2024. Prevalensi
stunting tahun 2022 ada di angka 21,6% atau turun 2,8% dari tahun 2021. Tahun ini Pemerintah menargetkan prevalensi
stunting dapat menurun ke angka 17%, apabila ingin mencapai target 14% di 2024. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi