KONTAN.CO.ID - Di era perdagangan bebas yang serba digital, masuknya produk fesyen impor ke dalam negeri memang tak dapat ditangkal. Sudah lebih dari lima tahun, industri fesyen dalam negeri terus-terusan digempur produk fesyen impor. Para pelaku usaha fesyen di sektor Industri Kecil Menegah (IKM) sempoyongan dibuatnya. Tengok saja sentra kaos Suci (Skoci) yang terletak di Jalan Surapati, Bandung, Jawa Barat mulai kehilangan pelanggan. "Makin ke sini, orderan makin sepi. Tahun lalu sudah sepi, tahun ini lebih sepi lagi. Ya, walaupun masih ada order kecil-kecil, alhamdulillah," kata Rury Maulana, pemilik Flash Production pada KONTAN saat ditemui di kiosnya. Menurut Rury, sepinya pesanan yang diterima perajin kaos di Skoci karena banyaknya kaos impor yang masuk ke pasar dalam negeri. Kaos impor tersebut membuat para perajin kaos di sana kewalahan dalam bersaing.
Apalagi jumlah kaos impor yang masuk makin banyak dan harganya lebih murah. Dampaknya, omzet yang didapat oleh para perajin pun merosot hingga sekitar 30%. Rury misalnya, biasanya mampu menangguk omzet sebulan sekitar Rp 25 juta lebih. Sekarang turun sampai di bawah Rp 20 juta. Penurunan omzet dialaminya sejak akhir tahun 2015 dan terus berlangsung sampai sekarang. "Selama setahun belakangan begitu terus. Omzet maksimal sekarang sekitar Rp 20 juta per bulan lah," ungkap Rury. Tak hanya Rury yang merasa sempoyongan menghadapi gempuran kaos impor. Ferry, pemilik Shankara Kaos juga mengalami hal serupa. "Bahan baku kaos lokal juga berasal dari impor, tapi harga jadinya juga mahal. Nah, kaos impor juga dikasih masuk. Jelas punya mereka harganya lebih murah," ungkapnya. Menurut Ferry, selain harga, kualitas bahan baku kaos juga membuat kaos lokal jatuh di pasaran. Maklum, kualitas kaos impor hampir sama kaos lokal, bahkan acap lebih bagus. Tak heran, konsumen memilih kaos impor karena harga lebih terjangkau dan berkualitas. "Kaos impor banyak yang dari China dan Thailand, saya juga heran kenapa harga mereka bisa lebih murah gitu ya. Padahal kalau dihitung, enggak cukup buat ongkos produksi. Saya makin pusing ini jadinya," ujar Ferry sambil tertawa. Sama dengan Rury, Ferry mengaku mengalami penurunan omzet hingga 30% di tahun ini. Belum lagi akses pembelian yang makin mudah dan murah lewat e-commerce antar negara. Menurut Ferry, konsumen pasti lebih memilih yang lebih mudah dan murah. "Padahal kualitas bahan kaos di Bandung ini lebih tebal dan nyaman dipakai. Yang impor masih kalah lah, walaupun beda sedikit. Tapi kita kalah di harga itu tadi," keluhnya. Ia berharap pemerintah bisa memberi akses pasar lebih baik bagi para pelaku IKM seperti dirinya. Selain itu, masuknya produk fesyen impor bisa dikontrol. Digempur kaos impor, perajin andalkan produk custom Produksi kaos impor, teruatama dari China dan Thailand menyerbu pasar kaos tanah air. Bahan yang tak kalah kualitasnya dengan produk lokal dan harga yang terjangkau menjadi senjata kaos impor merebut pelanggan dari para penjaja kaos lokal. Para produsen kaos lokal pun, terutama di sentra Kaos Suci (SKOCI), Bandung, Jawa Barat pun dibuat kelimpungan. Namun, para perajin kaos lokal yang terus digerus oleh masifnya produk kaos impor tak kehabisan akal. Sejumlah strategi pemasaran telah dilakukan oleh mereka. Salah satunya adalah dengan menggunakan berbagai media daring atau internet, mulai dari web, sosial media sampai berbagai
e-commerce lokal sudah dijajal. "Kami juga berusaha meningkatkan pemasaran online. Semua saluran saya pakai, mulai web, sosmed sampai Tokopedia dan Bukalapak. Saya pakai itu semua buat meningkatkan pemasukan," tutur Rury Maulana, pemilik Flash Production, salah satu kios di SKOCI. Rury lanjut menjelaskan, pemasaran digital saat ini wajib dilakukan. Pasalnya, para perajin tidak bisa hanya mengandalkan toko
offline atau kios mereka yang kian hari makin sepi. Ia mengaku jika penjualan online menopang sekitar 20%-30% dari total penjualan. "Penjualan online sangat membantu buat memperluas pasar. Ya setidaknya dengan online, bisnis saya masih bertahan sampai sekarang," katanya. Tak hanya Rury yang merambah penjualan online sebagai strategi pemasaran. Ferry, pemilik kios Shankara Kaos juga melakukan hal serupa. Ia menawarkan produknya lewat berbagai saluran penjualan online, mulai web, sosial media seperti Facebook dan
e-commerce. "Kalau kios lagi sepi seperti sekarang, jualan lewat online membantu banget. Ya minimal ada saja pesanan dari luar kota," ujarnya.
Selain merambah pemasaran online, baik Rury, Ferry dan para perajin di SKOCI juga mengandalkan pesanan custom. Tak hanya produk kaos yang bisa dipesan secara
custom, tapi juga produk fesyen lainnya seperti jaket, kemeja, jumper, topi, tas dan sebagainya. Pemesanan custom menjadi andalan mereka untuk tetap mendapatkan pelanggan. "Justru sekarang pesanan
custom yang jadi andalan kita. Kebanyakan yang pesan dari kalangan mahasiswa, kampus, instansi juga ada, perusahaan juga. Jadi konsumen bisa bebas pilih desain tulisan dan gambar seperti apa untuk kaosnya," terang Ferry. Ia mengatakan pesanan
custom tersebut biasanya untuk digunakan sendiri di kalangan tertentu. Bahkan ada yang memesan untuk dijual lagi di kalangan pemesan sendiri. "Mungkin kalau kita hanya jual kaos polos atau yang desainnya umum, tidak akan bertahan sampai sekarang. Kalau produk seperti itu sudah pasti kalah dengan impor," tutup Ferry. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Johana K.