Kekeringan mungkin angkat harga CPO



JAKARTA. Kekeringan yang terjadi di Amerika Serikat (AS) memanaskan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Kekhawatiran gagal panen sehingga mengurangi suplai oil seed (biji minyak) global. Akibatnya, harga kacang kedelai naik dan menyeret harga CPO.

Harga CPO pengiriman September di bursa berjangka Malaysia, kemarin (16/7), menguat 1,59% menjadi RM 3.114 per ton dibanding penutupan akhir pekan lalu. Ini terjadi setelah data pemerintah AS menunjukkan hasil panen kacang kedelai AS sedang berada dalam kondisi terburuk sejak 1988.

Ancaman gelombang panas yang intens dan berskala besar mempengaruhi hampir seluruh wilayah pusat AS 10 hari ke depan.


Menurut lembaga T-Storm Weather, kondisi ini menambah tekanan terhadap tanaman kacang kedelai yang sedang terkena musim kering terparah ketujuh (seventh driest) sejak 1895. "Ada ekspektasi cuaca kering dan panas ini akan terus berlanjut," kata Donny Khor, Senior Vice President for Futures and Options OSK Holdings, seperti dikutip Bloomberg.

Khor menambahkan, hujan tidak terlalu membantu. Karena itu, harga kacang kedelai dan minyak kacang kedelai meningkat. "Dan, CPO mengekor tren harga pasar ini," tambah dia.

Harga kacang kedelai pengiriman November sempat melonjak hingga 2,7% menjadi US$ 15,945 per gantang di Chicago Board of Trade. Ini merupakan level tertinggi untuk kontrak aktif sejak Juli 2008.

Khor menghitung, selisih harga antara CPO dan minyak kacang kedelai yang semakin lebar akan membuat permintaan CPO meningkat. Sebab, harga jual CPO jauh lebih murah dibanding kacang kedelai. Data Bloomberg menunjukkan, selisih harga minyak kacang kedelai mencapai US$ 251,01 per ton pada 12 Juli lalu, ini merupakan selisih terbesar sejak Oktober.

Analis Soegee Futures Renji Bestari menilai, meski harga CPO terangkat pergerakan harga, pekan ini masih akan cenderung netral atau sideways. Sebab, sentimen positif maupun negatif masih cukup berimbang. "Hal positif dari kacang kedelai masih akan diimbangi oleh permintaan CPO yang belum terlalu kuat," kata Renji. Akibatnya, sulit bagi harga CPO untuk menguat lebih lanjut.

Renji menghitung, kenaikan harga CPO dalam dua tahun terakhir sudah tergolong cukup tinggi sehingga kenaikan lebih jauh akan lebih sulit. Belum lagi, nilai tukar mata uang negara berkembang, seperti ringgit Malaysia, masih terhadang keperkasaan dollar AS. Alhasi, kedua faktor ini menekan harga CPO. "Daya beli terhadap komoditas menjadi lebih lemah," lanjut dia.

Renji memperkirakan, harga CPO sepekan ini cenderung sideways di kisaran RM 3.100 - RM 3.200 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana