KONTAN.CO.ID - PYONGYANG. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mendesak pejabat pemerintah untuk melakukan "transformasi mendasar" dalam produksi pertanian di tengah kekhawatiran bahwa kekurangan pangan negara itu semakin memburuk. Hal tersebut dilaporkan media pemerintah pada Selasa (28/2/2023). Melansir
Reuters, Kim mengatakan, mencapai target produksi biji-bijian tahun ini adalah prioritas utama. Menurut kantor berita negara KCNA, dia juga menekankan pentingnya produksi pertanian yang stabil selama hari kedua rapat pleno ketujuh Komite Pusat Partai Buruh Korea ke-8 pada hari Senin. Laporan itu tidak merinci tindakan apa yang akan diambil Korea Utara, tetapi Kim mengatakan perubahan itu perlu terjadi dalam beberapa tahun ke depan.
Menurut para peneliti, pertanian kolektif menyumbang sebagian besar pertanian Korea Utara. Pertanian semacam itu biasanya menampung banyak petani kecil yang menghasilkan tanaman dengan kerja bersama. Pernyataan Kim muncul di tengah laporan meningkatnya kekurangan pangan di negara itu, meskipun Korea Utara membantah anggapan bahwa negara itu tidak dapat memenuhi kebutuhan warganya.
Baca Juga: Korea Utara Dorong Pekerja Muda Bangun Perumahan Baru di Tengah Kesengsaraan Ekonomi Pada awal bulan ini, Kementerian Unifikasi Korea Selatan mengatakan situasi pangan di Korea Utara "tampaknya memburuk". Kementerian mengatakan pada saat itu bahwa Korea Utara jarang mengumumkan pertemuan khusus tentang strategi pertanian yang dijadwalkan pada akhir Februari. Dalam pidatonya pada pertemuan hari Senin, KCNA mengatakan Kim menyebutkan pentingnya pertumbuhan kekuatan produktif pertanian dalam memastikan pembangunan sosialis. Korea Utara berada di bawah sanksi internasional yang ketat atas program senjata nuklir dan rudal balistiknya. Kini, ekonominya semakin sulit akibat penguncian perbatasan yang diberlakukan sendiri untuk menghentikan wabah COVID-19.
Baca Juga: Bikin Heboh dengan Kemunculannya, Ini Sosok Putri Kim Jong Un Tingkat kekurangan pangan di Korea Utara tidak jelas. Akan tetapi, dalam laporan bulan Januari, proyek 38 North yang berbasis di AS mengatakan bahwa kerawanan pangan berada pada titik terburuk sejak kelaparan yang menghancurkan negara itu pada 1990-an. "Ketersediaan pangan kemungkinan telah turun di bawah batas minimum sehubungan dengan kebutuhan manusia," kata laporan itu.
Pengejaran swasembada Korea Utara berarti hampir semua biji-bijiannya diproduksi di dalam negeri, tetapi hal itu telah membuat negara itu rentan, demikian temuan 38 North. Ironisnya, menurut laporan tersebut, mencapai hasil pertanian yang memadai di tanah yang tidak menguntungkan Korea Utara telah menghasilkan ketergantungan yang besar pada barang-barang impor dan membuat negara itu terkena guncangan global, konflik diplomatik, dan cuaca buruk. Solusi jangka panjang untuk masalah ini sebagian terletak pada penyelesaian kebuntuan atas senjata nuklir dan sanksi, serta reformasi ekonomi. 38 North menilai, inisiasi reformasi ekonomi dalam negeri akan melepaskan kapasitas produktif Korea Utara dan memungkinkannya mengekspor produk industri dan jasa yang dapat diperdagangkan, memperoleh devisa, dan mengimpor biji-bijian curah secara berkelanjutan secara komersial.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie