Kekurangan Pasokan Tembaga Mengancam Ekonomi Global



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak bulan Maret 2022 lalu, harga tembaga telah turun hampir sepertiga dari harga pasar saat itu. Pasalnya, investor mulai khawatir resesi global akan menghambat permintaan logam yang identik dengan pertumbuhan ekonomi dan ekspansi.

Namun, seperti dilansir Bloomberg (23/9), beberapa penambang dan pedagang logam terbesar mengingatkan dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi kekurangan logam.

Sementara itu, pakar komoditas telah mengingatkan potensi krisis tembaga selama berbulan-bulan. Dibutuhkan setidaknya 10 tahun untuk mengembangkan tambang baru dan menjalankannya. Ini berarti bahwa keputusan yang dibuat produsen logam hari ini akan membantu menentukan pasokan setidaknya selama satu dekade ke depan.


Baca Juga: Harga Minyak Mentah Anjlok 4%, Fokus Kekhawatiran Resesi

Tembaga sangat penting untuk kehidupan modern. Ada sekitar 65 pon (30 kilogram) tembaga di rata-rata mobil, dan lebih dari 400 pon tembaga masuk ke rumah-rumah.

Bloomberg memperkirakan, permintaan tembaga akan meningkat lebih dari 50% pada 2022 hingga 2040.

Untuk melihat seberapa besar kekurangan tembaga, pada tahun 2021 defisit global mencapai 441.000 ton, setara dengan kurang dari 2% permintaan logam olahan, menurut data International Copper Study Group. Itu cukup untuk membuat harga melonjak sekitar 25% di tahun itu.

Proyeksi terburuk saat ini dari S&P Global menunjukkan bahwa pada tahun 2035 kekuangan pasokan akan setara dengan sekitar 20% dari konsumsi.

Goldman Sachs memperkirakan, harga patokan tembaga di London Metal Exchange (LME) akan hampir dua kali lipat menjadi rata-rata tahunan US$ 15.000 per ton pada tahun 2025. Pada Rabu pekan ini, harga tembaga tercatat  US$ 7.690 per ton di LME.

Baca Juga: Indonesia hingga Brasil Disebut Jadi Penyebab Terbesar Deforestasi di Bumi

Editor: Khomarul Hidayat