KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kelangkaan dan kenaikan tarif kontainer internasional untuk keperluan ekspor-impor masih terjadi. Kondisi ini berlangsung secara gradual sejak semester kedua tahun lalu. Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto membeberkan, kelangkaan kontainer secara gradual terjadi ketika China mulai terkena pandemi pada awal 2020. Utilisasi cargo yang masuk ke China mulai
slow-down karena volume ekspor dari China yang menurun akibat
lockdown. Permintaan kargo impor yang masih tetap tinggi membuat jumlah kontainer terus menumpuk di China. Kondisi ini berangsur-angsur mulai berpengaruh terhadap suplai kontainer di negara-negara lainnya.
Pararel dengan itu, efek pandemi yang terus berlangsung pada hampir semua pelabuhan utama dunia menyebabkan banyak
delay,
blank sailings, serta
vessel omit yang memperburuk perdagangan global.
Baca Juga: Tarif kargo laut naik hingga 500%, ini penyebabnya "Sejak saat itu bukan hanya kelangkaan kontainer, namun juga mulai terjadi kelangkaan space kapal (tonnage) yang turut mendorong meningkatnya biaya charter kapal. Freight terus bergerak naik," jelas Carmelita kepada Kontan.co.id, Senin (30/8). Bagaimana dampaknya terhadap Indonesia? Menurut Carmelita, untuk muatan dalam negeri hampir tidak ada pengaruhnya, lantaran perdagangan dalam negeri dilakukan oleh kapal-kapal nasional. Namun, kenaikan
freight, kelangkaan
space dan kontainer berdampak bagi ekspor Indonesia. Carmelita bilang, kelangkaan kontainer cukup berat bagi Indonesia yang untuk produk ekspornya menggunakan kontainer ukuran 40" High Cube (HC) seperti untuk produk
furniture,
handycraft, dan garmen. Sedangkan untuk impor seperti
raw material menggunakan kontainer ukuran 20" HC. "Kita sama menderitanya dengan negara-negara lain di dunia, terutama negara ASEAN yang mengalami kesulitan kontainer dan kenaikan freight kapal kontainer mencapai rata-rata 300%-500%. Sangat berat bagi eksportir UMKM kita, karena tidak berimbang dengan harga jual," ungkap Carmelita. Adapun mengenai dampak terhadap harga produk ekspor dan jasa, Carmelita menilai hal itu kembali kepada masing-masing perusahaan untuk melihat momentum ini. Kenaikan harga juga tergantung dari jenis komoditas dan
term of trade perdagangannya, apakah memakai skema
Cost, Insurance, Freight (CIF) atau
Free on Board (FoB).
Baca Juga: GPEI: Tarif kargo laut naik hingga 500% tergantung tujuan "Kalau CIF, ya bisa dinaikkan karena freight dibayar oleh eksportir. Kalau FoB ya nggak bisa dinaikkan. Tapi kembali harus diperhitungkan juga dengan daya saing komoditinya," sebut Carmelita. Terkait persoalan ini, pembicaraan dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perdagangan terus dijalin. Sejumlah insentif untuk kapal-kapal internasional diberikan. Seperti dari bea cukai yang sudah mempercepat
clearence kontainer yang prosesnya tertahan. "Tapi efeknya kecil sekali, seperti menggarami air laut. Cukup sulit menyelesaikan masalah ini. Tapi sekali lagi, bukan hanya Indonesia tapi semua negara, jadi tetap harus optimis mencari jalan keluar," pungkas Carmelita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli