Kelas Menengah Makin Terpuruk, Ekonom Sarankan Pemerintah Pangkas Tarif PPN Jadi 9%



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah disarankan menunda kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi sebesar 12% pada tahun 2025.

Bahkan, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, akan lebih baik lagi bila pemerintah memangkas tarif PPN yang saat ini sebesar 11% menjadi hanya kisaran 8% hingga 9% saja.

"Tunda dulu kenaikan tarif PPN 12%. Kalau bisa turunkan tarif PPN di range 8%-9% untuk untuk menstimulus konsumsi domestik," ujar Bhima dalam pertemuan dengan awak media secara virtual, Senin (5/8).


Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan pemerintah untuk menjaga dan meningkatkan konsumsi domestik. Bhima menyampaikan, saat ini kondisi masyarakat kelas menengah sedang tertekan dan masyarakat kelas atas cenderung mengerem konsumsinya secara berlebih.

"Kalaupun mereka (kelas atas) mengeluarkan uang, kelas atas ini cenderung untuk membuat investasi. Jadi menggesar dari tabungan ke produk-produk investasi," kata Bhima.

Baca Juga: IMF dan Bank Dunia Rekomendasikan Kebijakan Pajak untuk Negara Berkembang

Namun sebetulnya, memang pemerintah masih bisa menunda kenaikan tarif PPN menjadi 12% dengan pertimbangan tertentu. Merujuk pada Pasal 7 ayat (3) UU HPP, tarif PPN dapat diubah paling rendah 5% dan paling tinggi sebesar 15%.

"Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%," bunyi ayat penjelas dari Pasal 7 ayat (3) aturan tersebut.

Nah, perubahan tarif PPN tersebut diatur dengan peraturan pemerintah (PP) setelah disampaikan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).

Selanjutnya: Augran Honor of Kings, Tips Cara Menghadapi Jungler yang Kerasnya Minta Ampun ini

Menarik Dibaca: Mengenal Fungsi Strobo Pada Kendaraan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat