KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) masih akan mengalami masa-masa sulit dalam beberapa waktu ke depan. Kondisi kelebihan pasokan atawa
oversupply masih akan berlanjut setidaknya hingga tahun 2023. Agung Wiharto, Sekretaris Perusahaan SMGR mengatakan, perkiraan itu dengan asumsi kapasitas terpasang semen nasional tetap sekitar 100 juta ton per tahun. Hal ini ditambah dengan asumsi pertumbuhan konsumsi domestik sekitar 6% per tahun. Jika pertumbuhan konsumsi di bawah 6%, kondisi
oversupply akan berlangsung lebih lama. "Sebaliknya, jika bisa terus di atas 6%,
oversupply tidak akan berlangsung hingga 2023," ujar Agung kepada KONTAN, Senin (9/4).
Permintaan semen domestik sudah turun sejak tahun 2013. Puncaknya terjadi pada tahun 2016 lalu, saat permintaan cenderung stagnan. Sejalan dengan tren penurunan tersebut, volume penjualan SMGR ikut tergerus. Namun, volume penjualan mulai membaik tahun lalu seiring dengan meningkatnya permintaan dalam negeri. Bahkan, pertumbuhan konsumsi domestik tahun lalu melampaui periode 2013 yang hanya sekitar 5,5%. Lesunya permintaan semen memberikan dampak negatif terhadap kinerja SMGR. Pada tahun 2016, pendapatan SMGR tercatat Rp 26,13 triliun, turun 3% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 26,94 triliun. Laba bersihnya juga cenderung stagnan menjadi Rp 4,52 triliun. Tahun lalu, pendapatan SMGR memang naik 6,4% menjadi Rp 27,81 triliun. Namun, laba bersih perusahaan amblas hingga 55,5% dari Rp 4,52 triliun pada 2016 menjadi Rp 2,01 triliun akibat kenaikan beban pokok. Harga batubara yang menjadi bahan bakar pembuatan semen cenderung meningkat. Hal ini semakin meningkatkan beban perusahaan. Batal akuisisi Dampak perlambatan permintaan semen tak hanya mempengaruhi kinerja SMGR, namun juga membuat sejumlah ekspansi SMGR tertunda. SMGR terpaksa mengurungkan niatnya untuk mengakuisisi Madina Cement Industries Ltd, perusahaan semen asal Bangladesh. Bahkan, rencana itu sudah sempat diajukan ke komite dan memperoleh masukan dari dewan komisaris. Perusahaan juga sudah melakukan negosiasi awal. Hal itu terungkap dalam laporan tahunan SMGR periode 2017. "Kami sudah sempat mengajukan minat. Pertukaran informasi dan data juga sudah sempat dilakukan," jelas Agung. Namun, sentimen
oversupply terlanjur menghadang sebelum adanya kesepakatan. Akhirnya, rencana akuisisi pun dibatalkan. "Dalam kondisi ini, akuisisi akan menambah biaya dan bisa membebani keuangan," imbuh Agung.
Sehingga, untuk saat ini, SMGR ingin lebih fokus di pasar dalam negeri terlebih dahulu, ketimbang mengakuisisi perusahaan semen di luar negeri. Mimi Halimin, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia juga mengatakan, banyak tantangan yang akan menyelimuti kinerja SMGR ke depan.
Gap oversupply semen tahun ini diperkirakan mencapai 38 juta ton. "Artinya, hal itu berpotensi menghalangi kenaikan rata-rata harga jual," ujar Mimi dalam riset 9 April. Menurut Mimi, selama utilisasi produksi semen nasional di bawah 70%, harga semen masih akan tetap rendah. Ia pun merekomendasikan
hold terhadap saham SMGR dengan target harga Rp 10.200. Kemarin, harga SMGR turun 225 poin jadi Rp 10.325. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati