Kelesuan bisnis batubara mengerem UNTR



JAKARTA. Mesin bisnis PT United Tractors Tbk (UNTR) bakal melambat pada tahun ini. Harga batubara yang tak kunjung membaik, masih menjadi tantangan terbesar bagi perusahaan agen penjual alat berat dan kontraktor pertambangan ini.

Perlambatan bisnis UNTR sudah terlihat sejak awal tahun. Di kuartal I-2015, anak usaha Grup Astra ini membukukan pendapatan sebesar Rp 12,65 triliun. Perolehan ini turun  9% dibandingkan periode yang sama tahun 2014, sebesar Rp 13,9 triliun.

Pendapatan perusahaan disokong oleh empat lini bisnis. Rinciannya, lini bisnis mesin konstruksi berkontribusi sebesar 30,8%, kontraktor pertambangan 55,4%, pertambangan 11,4%, dan kontraktor konstruksi 2,5%.


Robertus Yanuar Hardy, analis Reliance Securities, menilai lemahnya harga batubara terutama berdampak terhadap lini bisnis utama UNTR yaitu kontraktor pertambangan. Lesunya harga komoditas dapat menggerus ongkos jasa pengerukan tanah. "Melemahnya harga batubara menjadi bargaining power untuk menawar ongkos jasa pengerukan tanah," jelasnya.

Rabu (29/7), harga batubara di ICE Futures Europe sekitar US$ 58,45 per metrik ton atau melemah 2,74% secara year to date (YTD).

Patricia Gabriela, analis Buana Capital, dalam riset per 14 Juli 2015, mencatat,  UNTR membukukan 42,9 juta ton ekstraksi batubara selama lima bulan pertama tahun 2015. Sedangkan volume pekerjaan pemindahan tanah (overburden removal) sebesar 307,3 juta bcm. Perolehan tersebut sama-sama melorot 9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Ia memprediksi, jumlah ekstraksi batubara dan pekerjaan pemindahan tanah UNTR sepanjang tahun 2015 bakal melorot 10% dibandingkan tahun lalu. "Pendapatan dari lini bisnis kontraktor pertambangan tahun 2015 akan menurun 5% menjadi Rp 32 triliun," kata Patricia.

Penjualan alat berat

Dampak lesunya harga batubara merembet ke lini bisnis mesin konstruksi alias penjualan alat berat yang menjadi kontributor pendapatan kedua terbesar bagi UNTR. Sampai Mei 2015, volume penjualan alat berat merek Komatsu merosot 38% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi 1.173 unit. Adapun, UNTR memegang pangsa pasar sebesar 37%.

Sepanjang tahun 2015 UNTR menargetkan volume penjualan alat berat sebesar 3.000 unit. Menurut Robertus, target tersebut cukup realistis. Ia menduga penjualan alat berat konstruksi akan membaik pada semester II. Maklum sejumlah proyek infrastruktur pemerintah digadang-gadang mulai berjalan di separuh kedua tahun ini.

Namun Patricia memprediksi, volume penjualan alat berat Komatsu UNTR tahun 2015 akan turun 23% secara year on year (yoy) menjadi 2.700 unit.  Tahun ini, Robertus memperkirakan pendapatan UNTR tumbuh 6%-7%. Sedangkan laba bersihnya diperkirakan tumbuh 4%-5%.

Robertus, Patricia dan analis Danareksa Sekuritas Strefanus Darmagiri menyarankan hold saham UNTR dengan target masing-masing  Rp 20.500, Rp 17.500 dan  Rp 19.800 per saham. Kemarin (30/7), saham UNTR ditutup menguat 2,95% menjadi  Rp 19.200 per saham.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia