Kelola air sekarang



Dalam ilmu survival, air adalah asupan terpenting. Tanpa menyesap setetes air selama tiga hari, manusia akan mati. Namun tanpa secuil makanan, manusia masih bisa bertahan hidup hingga sepekan, bahkan, lebih.

Sebagai komoditas dengan nilai sedemikian strategis, air jelas komoditas berharga. Beruntunglah sebagian dari kita karena cukup luas wilayah di nusantara yang masih memiliki sumber air berlimpah.

Namun sangat keliru bila kita abai merancang pengelolaan air sejak sekarang. Ada banyak bukti yang bisa kita baca tentang perubahan alam, yang salah satu dampaknya berupa keringnya sumber air.


Contoh daerah yang mengalami perubahan dalam kondisi air, baik kuantitas maupun kualitas adalah Jakarta. Sekitar 30 tahun-40 tahun silam, kecuali kawasan utara yang berbatasan dengan Teluk Jakarta, ibukota punya cadangan air tanah berlimpah. Sekarang? Situasinya pasti berbeda.

Pengelolaan air di negeri ini menjadi lebih urgent karena di ibukota saja, infrastruktur yang diperlukan bagi penyediaan air bersih belum menyentuh seluruh penduduk.

Bicara soal infrastruktur, masalah klasik mengenai dana negara yang terbatas juga muncul dalam penyediaan air bersih. Untuk memecahkan masalah pendanaan di air, pemerintah mengambil jurus serupa seperti saat membangun proyek infrastruktur non-air, yaitu melibatkan pihak swasta.

Yang membedakan adalah tanggapan publik. Ketika pemerintah melibatkan swasta dalam infrastruktur penyediaan air, suara kontra seakan tidak pernah berhenti terdengar. Tidak hanya sekadar protes, para pegiat sosial pun meluncurkan gugatan hukum. Yang terakhir sudah diputus Mahkamah Agung (MA) Maret silam, dan dipublikasi pekan ini.

Karena kubu penggugat, para pegiat dan kelompok mitra perusahaan air minum punya intepretasi yang berbeda tentang vonis MA itu, ya kita tunggu saja dampaknya.

Sementara menanti, mari kita berharap pejabat pemerintah mulai menyadari tanggung jawab untuk memastikan ketersediaan air bersih ada di pundak mereka, ada atau tidak ada pendanaan sekalipun.

Dalam kasus terakhir, mengundang partisipasi swasta adalah jawaban yang sudah tepat. Namun jika memilih langkah ini, pemerintah harus sepenuh hati. Buatlah aturan yang konsisten, agar investor  tak segan datang, sekaligus bisa memastikan kebutuhan orang banyak terlindungi.                    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi