Kelola dana Rp 31 T, ini rencana transformasi LPDP



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua tahun terakhir, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) kian populer di telinga kalangan pemburu beasiswa, khususnya mereka yang berniat mengejar mimpi bersekolah di luar negeri. Ibarat peribahasa “Semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang angin menerpa," popularitas LPDP yang melejit dibarengi dengan kritik dari berbagai kalangan.

Sebagai lembaga pengelola dana triliunan rupiah, LPDP sontak menjadi sorotan publik tatkala segelintir orang curhat di sosial media. Sejumlah orang yang pernah menjadi peserta seleksi beasiswa LPDP mengeluh perihal proses seleksi yang mereka alami, semisal pertanyaan yang terlalu personal atau pertanyaan berbau Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA).

Menuai banyak kritik, LPDP lantas siap berbenah diri. Astera Primanto Bhakti, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama LPDP menyatakan, pihaknya akan melakukan sederet perubahan. “Kami akan lakukan perubahan end to end, sesuai arah bu menteri. Perbaikan ditargetkan sudah terjadi sebelum seleksi selanjutnya dimulai, sekitar Januari atau Februari selesai,” tandas Prima, sapaan akrabnya, kepada Kontan.co.id, pekan lalu.  


Prima mengungkap, dirinya meminta timnya untuk meninjau ulang (review) seluruh proses. Yakni mulai dari standar operasional prosedur (SOP), infrastruktur, dan administratif mulai dari proses pendaftaran, seleksi wawancara, persiapan keberangkatan (PK), penyaluran beasiswa hingga pembinaan alumni.

Di tahap seleksi wawancara misalnya. Prima bilang, pihaknya bakal menggodok ulang alat ukur yang digunakan. “Kami ingin menghilangkan unsur subyektifitas,” ujar dia.

Saat ini LPDP sedang mengkaji sejumlah model yang tepat dalam meningkatkan standar pewawancara (reviewer). LPDP juga akan melakukan sejumlah inisiasi baru, misalnya saja mengundang tokoh masyarakat terkemuka sebagai salah satu pewawancara.

Selama ini, tim pewawancara terdiri dari dua orang akademisi dan satu orang psikolog. LPDP juga akan memperbaiki SOP agar reviewer bisa membangun komunikasi yang lebih baik saat menggali profil calon penerima beasiswa LPDP.

Prima bilang, selama ini dua akademisi dan satu psikolog memiliki tugas yang yang berbeda dalam menggali profil peserta seleksi. Dalam proses penggalian itulah, seringkali muncul pertanyaan-pertanyaan yang menyinggung ranah pribadi yang dianggap sensitif dan bisa jadi membuat peserta salah paham dan merasa terpojok.

Hal ini dialami oleh Anisa Sukma Wantari. Perempuan asal Yogyakarta ini bercerita, saat seleksi wawancara, reviewer bertanya perihal rencana menikah. “Pacar kamu kalau ditinggal mau gak?,” ujar Anisa menirukan pertanyaan salah satu pewawancara.  

Meski menyinggung hal personal, Anisa mengaku pertanyaan tersebut wajar. “Menurut saya pertanyaan itu untuk menilai kesiapan saya saat belajar di luar negeri. Saya mampu atau tidak untuk fokus belajar dan gak terlalu mikirin pacar,” tutur Anisa yang bakal melanjutkan studi Msc Pedagogical Science; Youth, Society, and Policy di University of Groningen.   

Prima mengatakan, pihaknya terus mengevaluasi seluruh proses beasiswa LPDP. Ketika isu personal dan SARA heboh di media sosial, LPDP langsung bersigap mencari fakta terkait lewat bukti rekaman wawancara. ”Saya tidak menyatakan bahwa tidak terjadi 100%. Tapi 100% tidak kita benarkan bertanya SARA. LPDP punya rules yang ketat, kami punya code of conduct,” tegas Prima.

Selain proses seleksi wawancara, proses PK kerap menuai kritik dari sejumlah penerima beasiswa. Salah satu awardee LPDP menilai, kegiatan PK terlalu padat oleh aktivitas non akademis semisal membuat lagu, tarian dan laporan harian.

“Banyak pembicara yang inspiring di PK, tapi daya serap kurang maksimal karena peserta kurang tidur akibat ngerjain hal-hal yang non akademis,” ujar salah satu awardee LPDP yang akan mengecap studi master di Australia.

Di proses PK, Prima menyatakan, pihaknya akan merumuskan model yang bisa memunculkan sinergi atau koneksi antara seluruh peserta PK yang datang dari lintas ilmu berbeda. Yang jelas, Prima menegaskan, pihaknya terbuka dengan kritik.

“Banyak yang protes tentang seleksi psikotes online yang membuat gugur peserta. Soal itu, saya sudah minta semua staf LPDP untuk melakukan tes psikotes online juga biar merasakan apakah memang ini alat ukur yang tepat,” ujar Prima.

Asal tahu saja, saat ini ada 11 kriteria yang dijadikan skor kelulusan peserta dan harus digali oleh reviewer saat seleksi wawancara. Di antaranya yakni kriteria nasionalisme, kemampuan komunikasi, kepemimpinan (leadership), dan visioning.

Yang jelas, Prima ingin berbagai perubahan yang dilakukan bertujuan agar LPDP menjelma menjadi lembaga pengelola dana yang bisa memiliki reputasi bonafide dan melahirkan pemimpin masa depan yang bisa memajukan Indonesia.

Demi meningkatkan kualitas, LPDP menciptakan kanal pengaduan berupa aplikasi WISE atau Whistleblowing System yang bisa diakses di http://www.lpdp.kemenkeu.go.id/wise/ atau www.wise.kemenkeu.go.id. Kanal ini ditujukan untuk menampung informasi mengenai perbuatan yang berindikasi pelanggaran.

Catatan saja, per akhir November 2017 LPDP mengelola dana abadi lebih dari Rp 20 triliun. Di penghujung tahun ini, LPDP akan meraih suntikan dana dari APBN sebesar Rp 10,5 triliun. Dus, LPDP bakal memasuki tahun 2018 dengan dana kelolaan mencapai Rp 31 triliun.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina