KONTAN.CO.ID - JAKARTA. BPJS Ketenagakerjaan mengambil sikap hati-hati dalam strategi investasinya di 2023. Ini tercermin dari langkah lembaga tersebut yang terus menambah kepemilikan di surat utang atau obligasi. Memang, kontribusi obligasi telah menjadi yang terbesar dalam beberapa waktu terakhir dalam portofolio investasi BPSJ Ketenagakerjaan. Hingga akhir 2022, obligasi berkontribusi sebanyak 70,7% dari total dana kelolaan dan mayoritas dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN). Per akhir Desember 2022, total dana investasi yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 626,9 triliun, tumbuh sebesar 13,12% dari posisi yang sama tahun 2021.
Baca Juga: Apakah BSU Kemnaker 2023 Ada Lagi? Cek Daftar Bansos yang Cair Tahun Ini Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan Edwin Ridwan mengungkapkan langkah rebalancing tetap dilakukan dari eksposur pasar saham ke pendapatan tetap. Menurutnya, kondisi semester pertama di tahun in akan positif untuk aset obligasi dibandingkan saham yang bakal negatif. Baru di semester II, ia melihat kondisi pasar saham ada kemungkinan membaik. “Sama seperti tahun lalu, kita akan belanja obligasi,” ujar Edwin kepada KONTAN, kemarin. Ia berpendapat faktor yang sangat mempengaruhi dalam hal berinvestasi saat ini masih banyak berasal dari faktor global. Dimana, kenaikan suku bunga the fed dan inflow ke pasar saham cina lebih dominan daripada faktor domestik. Meski obligasi tetap menjadi pilihan, Edwin menilai bahwa likuiditas di pasar obligasi masih sangat terbatas. Ia melihat dana yang masuk lebih banyak daripada yang bisa dibelanjakan. Oleh karenanya, ia menambahkan bahwa saat ini BPJS Ketenagakerjaan membutuhkan solusi dalam bentuk relaksasi regulasi. Contohnya, investasi ke Luar Negeri yang sejatinya sudah muncul wacananya sejak tahun lalu. “Ini untuk mengatasi problem likuiditas di investasi domestik,” jelasnya. Menurutnya, jika hal itu bisa direalisasikan akan bisa menjadi solusi untuk dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan yang bakal menembus Rp 1.000 triliun dalam beberapa tahun mendatang. BPJS Ketenagakerjaan juga telah mengantisipasi serta memanfaatkan momentum pasar yang berubah demikian cepat, sehingga masih mampu mencatatkan hasil investasi 2022 sebesar Rp 40,2 triliun. Angka ini meningkat 13,33% dari posisi yang sama tahun 2021.
Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Telah Bayar Klaim JKP Rp 34,1 Miliar, Imbas Maraknya PHK di 2022 Hal tersebut setara dengan yield 6,81% per tahun, lebih tinggi dari target yield 2022 yang sebesar 6,55%. Untuk tahun ini, BPJS Ketenagakerjaan pun mengharapkan bisa mendapat imbal hasil sekitar 7%. Di sisi lain, BPJS Ketenagakerjaan sejatinya juga telah mendapatkan kelonggaran dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang memungkinkan terjadinya cut loss saham yang dimiliki
Meskipun demikian, Edwin masih menunggu aturan turunan dari UU tersebut yang berbentuk Peraturan Pemerintah (PP). Dimana, BPJS Ketenagakerjaan terus berupaya memberikan masukan terhadap penyusunan PP dimaksud, sehingga diharapkan tidak terdapat kendala dalam implementasinya. “Jadi kita harus tunggu PP nya untuk tertib hukum,” imbuhnya. Sebagai informasi, komposisi saham di portofolio yang dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan saat ini hanya sekitar 10,3% dari dana kelolaan atau sekitar Rp 62 triliun. Salah satu portofolio saham yang pernah disebutkan Edwin memiliki kinerja tidak bagus ialah saham Unilever Indonesia (UNVR). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi