Keluarga korban Sukhoi mencari psikolog



JAKARTA. Kesedihan hingga saat ini masih menyelimuti keluarga korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100.Seperti yang dialami, Mardianto (72), mertua dari korban Sukhoi naas, Insan Kamil, staf Indo Asia. Mardianto mengaku bingung bagaimana harus memberitahu cucunya, Dimas (8) mengenai keberadaan Insan.Sejak pesawat buatan Rusia itu menghilang di Gunung Salak, Rabu 9 Mei lalu, Dimas tak tahu bahwa ayahnya pun turut menghilang di balik hutan Salak. Keluarga belum memberitahukan padanya mengenai peristiwa itu. Apalagi, nasib Insan juga belum diketahui hingga saat ini."Saya mau tanya ke psikolog, bagaimana seharusnya memberitahu pada cucu saya. Saat ini, atau nanti saat dikuburkan. Dia masih kecil, dan masih menanyakan ayahnya sampai saat ini," kata Mardianto usai bertemu tim Disaster Victim Identification (DVI) di RS Polri, Minggu (20/5).Tampak ia mencatat nomor psikolog yang tertera di depan pintu Posko DVI. Di situ tertulis "Posko Bantuan Psikologi dengan nomor Hotline 0811950014 Himpsi Jaya, Asosiasi Psikologi penerbangan". Layanan ini telah dibuka sejak Jumat pekan lalu di Bandara Halim Perdana Kusuma.Menurut Mardianto, Dimas sangat manja pada ayahnya. Kedekatan ayah dan anak ini, membuat ia tak tega menyampaikan ihwal nama Insan yang kini tercatat bersama 44 penumpang Sukhoi yang hilang."Sekarang dia sudah yatim, kita perlu menjaga perasaannya dalam situasi terpuruk ini," jelas Mardianto.Selain mencari tahu layanan psikologi, Mardianto juga menemui DVI untuk menanyakan prosedur identifikasi jenazah korban. Ia berharap, identifikasi bisa berjalan lebih cepat dan keluarga mendapat informasi yang jelas tentang Insan. Dari 15 jenazah yang teridentifikasi oleh DVI, kata dia, tak ada nama Insan."Saat ini, kami masih menunggu informasi. Kami berharap Insan selamat, meskipun ada yang mengatakan kemungkinan kecil ada yang selamat. Kami hanya bisa berdoa saat ini," tutur Mardianto. (Maria Natalia, Tri Wahono/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie