Keluarga Tannos berupaya agar aset tak disita



JAKARTA. Tampaknya PT Megalestari Unggul, Paulus Tannos, Lina Rawung, Pauline Tannos, dan Catherine Tannos masih belum menerima status pailit dari Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat 17 April 2017 lalu.

Sebab, kelimanya masih mengupayakan berbagai cara agar tim kurator tidak dapat mengeksekusi aset-aset pribadinya. "Upaya yang dilakukan debitur itu nabrak UU semua," ungkap salah satu kurator pailit William E. Daniel, Kamis (1/6).

Seperti misalnya, adanya penetapan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk membekukan rekening milik debitur di beberapa bank seperti, Bank Mandiri, Standard Chatered Bank, Bank Arta Graha, dan Bank CIMB Niaga.


Kemudian ada juga putusan Pengadilan Negeri Depok yang menyita 26 sertifikat. Tak ayal hal tersebut menghambat tim kurator untuk mengeksekusi aset-aset perusahaan. Padahal, proses kepailitan telah berjalan hampir dua bulan.

Maka dari itu, lanjut William, pihaknya meminta kepada hakim pengawas untuk mengangkat hak sita sertifikat tanah tersebut untuk nantinya ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Depok.

"Pada dasarnya, kami memiliki dasar hukum untuk melakukan penyitaan. Karena setalah dinyatakan pailit maka debitur akan dikenakan sita umum," tambah William.

Kendati begitu, diketahui kemudian 26 sertifikat (hak guna bangunan) telah mati bertahun-tahun. Sehingga untuk dihidupkan kembali tim kurator perlu membayar biaya PNBP setiap sertifikat.

"Ada satu aset yang sudah siap dieksekusi yakni tanah milik PT Pakuan Sawangan Golf, (perusahaan yang dikuasasi 92% sahamannya oleh Paulus Tannos dan Lina Rawung)," tuturnya.

Ditaksir, untuk membayar PNBP-nya tim kurator harus membayar Rp 20 miliar agar tanah berupa lapangan golf seluas 90 hektare (ha) di Depok itu dapat dieksekusi. William juga bilang, saat ini tim penilai sedang bekerja untuk appraisial tanah tersebut.

Sekadar tahu saja, kata William, seluruh sertifikat yang mayoritas berupa tanah dan bangunan itu merupakan ada di perusahaan yang sahamnya dimiliki debitur. Menurut penemuannya, ada 14 perusahaan yang sahamnya dimiliki keluarga Tannos.

Tak hanya soal itu, tim kurator juga saat ini mengaku ada beberapa aset yang bersinggungan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Khususnya, aset di PT Sandipala Arthaputra, perusahaan yang dipimpin oleh Paulus Tannos sebagai salah satu pemenang tender e-KTP.

"Ada beberapa aset Sandipala sebenarnya yang menjadi jaminan," kata William. Tapi, baru ketahuan kalau ada aliran dana yang disinyalir sebagai tindak pidana korupsi oleh KPK.

Hingga sejauh ini tim kurator belum bisa menaksir berapa nilai seluruh aset debitur. Para debitur memiliki tagihan kepada PT Senja Imaji Prisma (alihan utang dari Bank Arta Graha) dengan utang Rp 376,84 miliar. Serta Jeffri Pane dan Satrio Wibowo dengan masing-masing nilai utang sebesar Rp 20,93 miliar. Lalu yang tak hadir adalah H. Eti Rohayati dengan total utang Rp 150 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini