Kelumpuhan AS merugikan bank sentral Asia



WASHINGTON. Sekali lagi, nasib ekonomi dunia kembali berada di tangan ekonomi Amerika Serikat (AS). Pasca drama kebijakan bank sentral AS (The Fed), kali ini drama anggaran Pemerintah AS menyita perhatian pelaku pasar global. Kemarin, Partai Republik resmi menunda anggaran kesehatan atau Obamacare lewat voting di tingkat Kongres. Dus, pemerintahan AS pun shutdown atau lumpuh.

Sejatinya, penghentian operasional Pemerintah AS diprediksi bakal memukul bursa finansial global. Yang paling cemas menanti keputusan Kongres AS adalah para investor asing yang membenamkan dana di AS. Misalnya saja China, Jepang, dan beberapa negara Asia lain. Negara-negara di Asia tercatat memiliki surat utang AS hingga sebesar  US$ 5 triliun. Jumlah ini setara dengan sepertiga dari produk domestik bruto (PDB) AS.

Asal tahu saja, sebesar  US$ 2 triliun merupakan jumlah yang dikoleksi bank sentral negara Asia sejak tahun 2008.  Catatan Dana Moneter  Internasional (IMF), sekitar 60% dari US$ 5 triliun tersebut dikempit oleh bank sentral negara-negara Asia.  Bank sentral di Asia menyimpan obligasi AS sebagai salah satu bentuk instrumen cadangan devisa. "Kami tidak dapat mengubah portfolio investasi karena ada peristiwa jangka pendek," ujar Choo Heung-sik, Kepala Cadangan Devisa Bank of Korea, mengutip Reuters.


Dus, jika pemerintahan Obama shutdown, harga surat utang AS merosot. Tak pelak, hal ini  bakal mengganggu cadangan devisa negara Asia. Catatan saja, di tahun 2011 lalu, polemik anggaran AS memicu Standard & Poor memangkas rating obligasi AS menjadi AA+ dari sebelumnya AAA.   

Editor: Dessy Rosalina