Kemakmuran Delta Dunia di Bukit Makmur Mandiri Utama



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) mengembalikan seluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP) ke pemerintah. IUP dua anak usaha DOID telah berakhir sejak 2014 dan 2016.

Artinya, kini DOID hanya akan fokus menggarap bisnis jasa kontraktor pertambangan. Bisnis ini dijalankan melalui anak usaha, PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA).

Robertus Yanuar Hardy, analis Kresna Sekuritas, mengatakan, sudah seharusnya DOID hanya fokus ke bisnis kontraktor tambang yang memang menjadi keahlian DOID. Pasalnya, ekspansi bisnis pertambangan batubara membutuhkan modal besar dan kompetensi tinggi. "Apalagi, persaingan di industri pertambangan juga semakin ketat," ujar dia, Kamis (1/3).


Di bisnis kontraktor tambang, pangsa pasar DOID memang masih lebih rendah ketimbang pesaingnya, yakni PT Pamapersada Nusantara, anak usaha PT United Tractors Tbk.

Meski demikian, Prasetya Gunadi, analis BCA Sekuritas, menilai prospek bisnis kontraktor pertambangan DOID masih cerah. Dia menganalisa, BUMA telah menjadi pemain dengan pangsa pasar kedua terbesar di industri ini.

Dengan posisi itu, DOID bisa mempertahankan relasi yang baik dengan kliennya. "Mereka memiliki nilai tawar yang lebih bagus," papar dia.

Produksi bisa pulih

Di sisi lain, produksi DOID pada awal tahun ini masih belum maksimal lantaran cuaca buruk. Produksi batubara DOID di Januari lalu turun 8% year on year (yoy) menjadi 3,2 juta bank cubic meters (bcm). Sedang pemindahan lapisan penutup (overburden removal) tergerus 14% yoy menjadi 24,8 juta bcm.

Namun, menurut Robertus, perlambatan produksi ini masih wajar karena adanya hujan lebat sepanjang Januari lalu. Ia yakin, mulai April mendatang, tingkat produksi akan kembali pulih.

Prasetya menganalisa, tahun ini DOID berpotensi mencetak nisbah pengupasan (stripping ratio) lebih tinggi dari tahun lalu, sekitar 8,6 kali. Dengan stripping ratio yang tinggi, tingkat cadangan batubara akan lebih optimal dan produksi naik.

Saat ini, DOID juga masih ketiban sentimen positif dari harga komoditas batubara yang meningkat. Prasetya pun menaikkan proyeksi harga rata-rata batubara dari US$ 80 per metrik ton di 2017 menjadi US$ 90 per metrik ton pada tahun ini. "Sehingga, akan menjadi lebih ekonomis bagi penambang untuk meningkatkan produksi," ujar dia.

Lucky Ariesandi, Kepala Riset Yuanta Sekuritas, juga optimistis produksi batubara DOID akan membaik. Mengacu ramalan badan meteorologi, curah hujan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan akan normal Februari ini. Dua wilayah tersebut merupakan lokasi mayoritas kontrak penambangan batubara yang ditangani BUMA.

Ditambah lagi, saat ini cukup banyak sentimen positif yang mendukung penguatan harga batubara. Permintaan dari China diprediksi terus meningkat setelah kegiatan ekonomi kembali normal usai libur Imlek. Di sisi lain, produksi batubara India masih cenderung melemah.

BUMA juga baru saja menandatangani kontrak batubara sebanyak 7,5 juta ton dari tambang Sungai Danau Jaya dengan Geo Energy Resources. Kesepakatan itu jauh lebih tinggi dari perkiraan awal, yang sebelumnya hanya diprediksi sekitar 6 juta ton.

Menurut Robertus, satu-satunya sentimen negatif bagi DOID adalah masih tingginya tingkat utang untuk membiayai ekspansi. Pada kuartal III  tahun lalu, posisi utang perusahan ini mencapai US$ 734,79 juta.

Lucky dan Prasetya merekomendasikan buy untuk saham DOID. Lucky memasang target harga Rp 1.580 per saham. Lalu, Prasetya memberi target harga Rp 1.600 per saham. Sementara itu, Analis Trimegah Sekuritas Sandro Sirait juga memberi rekomendasi buy dengan target harga Rp 1.500 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati