RIYADH. Aksi protes terhadap film "Innocence of Moslem" yang mendeskreditkan Islam mulai mereda. Hal tersebut terjadi pasca penyerbuan kompleks kedutaan Amerika di Tunisia dan penyerangan misi diplomatik AS di Sudan dan Yaman. Sementara itu, bentrokan di Tahrir Square Kairo juga berhasil dihentikan setelah kelompok Islam utama Mesir menyerukan warga Mesir untuk tenang. Berdasarkan travel warning yang disiarkan kemarin (15/9), Departemen Luar Negeri AS memerintahkan seluruh personil non-darurat untuk segera meninggalkan Sudah dan Tunisia. Peringatan ini dilakukan menyusul adanya serangan terhadap kedutaan AS di Tunis dan Khartoum.Guncangan geopolitik di Arab dan dunia Muslim menempatkan para pemimpin baru di sejumlah negara seperti Tunisia dan Mesir melakukan aksi defensif. Apalagi kelompok islamis menunjukkan kekuasaan mereka untuk menentang ketidakpuasan yang dirasakan. Di sisi lain, kekerasan yang terjadi juga menempatkan Presiden AS Barack Obama di bawah tekanan atas dukungannya terhadap revolusi Arab yang dikenal dengan Arab Spring dan mempertanyakan mengenai ketidaksiapan pemerintahannya atas ancaman terhadap warga dan properti AS di luar negeri. "Meskipun banyak pendapat miring yang bertujuan memecah belah negara dan budaya kita, Amerika Serikat tidak akan pernah mundur dari dunia," jelas Obama. Sementara itu, jenazah dari empat warga AS yang terbunuh di konsulat AS di Benghazi, Libya, sudah tiba di AS pada 14 September dalam upacara yang syahdu di Andrews Air Force Bace dekat Washington. Salah satu dari korban tewas itu adalah duta besar AS untuk Libya Christopher Stevens.
Kemarahan dunia Arab mulai mereda
RIYADH. Aksi protes terhadap film "Innocence of Moslem" yang mendeskreditkan Islam mulai mereda. Hal tersebut terjadi pasca penyerbuan kompleks kedutaan Amerika di Tunisia dan penyerangan misi diplomatik AS di Sudan dan Yaman. Sementara itu, bentrokan di Tahrir Square Kairo juga berhasil dihentikan setelah kelompok Islam utama Mesir menyerukan warga Mesir untuk tenang. Berdasarkan travel warning yang disiarkan kemarin (15/9), Departemen Luar Negeri AS memerintahkan seluruh personil non-darurat untuk segera meninggalkan Sudah dan Tunisia. Peringatan ini dilakukan menyusul adanya serangan terhadap kedutaan AS di Tunis dan Khartoum.Guncangan geopolitik di Arab dan dunia Muslim menempatkan para pemimpin baru di sejumlah negara seperti Tunisia dan Mesir melakukan aksi defensif. Apalagi kelompok islamis menunjukkan kekuasaan mereka untuk menentang ketidakpuasan yang dirasakan. Di sisi lain, kekerasan yang terjadi juga menempatkan Presiden AS Barack Obama di bawah tekanan atas dukungannya terhadap revolusi Arab yang dikenal dengan Arab Spring dan mempertanyakan mengenai ketidaksiapan pemerintahannya atas ancaman terhadap warga dan properti AS di luar negeri. "Meskipun banyak pendapat miring yang bertujuan memecah belah negara dan budaya kita, Amerika Serikat tidak akan pernah mundur dari dunia," jelas Obama. Sementara itu, jenazah dari empat warga AS yang terbunuh di konsulat AS di Benghazi, Libya, sudah tiba di AS pada 14 September dalam upacara yang syahdu di Andrews Air Force Bace dekat Washington. Salah satu dari korban tewas itu adalah duta besar AS untuk Libya Christopher Stevens.