Kemarau panjang, produksi rumput laut petani anjlok



JAKARTA. Musim kemarau panjang berakibat kepada anjloknya produksi rumput laut petani. Target produksi rumput laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun ini sebanyak 5 juta ton basah dipastikan sulit untuk tercapai.I Ketut Lencana Yasa, Kelompok petani rumput laut, mengatakan, pada beberapa bulan terakhir, produksi rumput laut di beberapa wilayah di Indonesia mengalami penurunan hingga 50%. Penurunan produksi diutamakan karena musim kemarau yang berkepanjangan."Anjloknya ini karena siklus alam dan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Airnya terlalu dingin sehingga produksi berkurang. Secara target, tahun ini kita hanya bisa mencapai 50% dari target produksi," kata Ketut kepada KONTAN, Selasa (20/9).Hal yang sama juga di catat oleh Bappebti. Menurut catatan Bappebti, Di Kabupaten Minahasa Utara misalnya, hasil budidaya rumput laut di wilayah tersebut sampai bulan Agustus mencapai 42.128,59 ton atau hanya sekitar 56% dari perkiraan produksi tahun 2011.Dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya, hasil panen untuk budidaya rumput laut pada bulan Agustus mengalami kenaikan. Produksi paling tinggi adalah rumput laut berjenis Spinosium yang mencapai 38.700 ton selama Agustus 2011. Sedangkan untuk rumput laut dengan jenis Cottoni baru mencapai 3.428,26 ton.Tidak hanya wilayah Minahasa yang mengalami penurunan produksi rumput laut. Bappebti juga mencatat, produksi rumput laut di desa ujung loe, kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan turun hingga 50%. Penyebabnya, antara lain karena musim kemarau yang berkepanjangan.Tidak hanya produksi rumput laut yang anjlok, harga rumput laut juga ikut merosot. Sepanjang enam bulan terakhir ini, harga rumput laut terus merosot.Pada awal tahun, harga rumput laut mencapai Rp 15.000 hingga Rp 17.000 per kg. Namun hingga saat ini harga rumput laut bisa mencapai Rp 7.000 per kg. "Harga rumput laut sekarang sudah di bawah Rp 10.000 per kg," kata Ketut. Turunnya harga rumput laut ini, membuat petani semakin merugi. Ia mengatakan, seharusnya dengan produksi yang merosot saat ini, harga ideal rumput laut di tingkat petani adalah Rp 9.000 per kg.Ketut mengaku tidak mengetahui alasan turunnya harga rumput laut di tingkat petani. "Karena kalau di produksi turun mestinya harga tinggi, tapi ini harga malah turun," kata Ketut. Ketut hanya bisa menduga, penurunan harga rumput laut karena spekulasi dan karena krisis yang terjadi di AS dan Uni Eropa sehingga membuat permintaan rumput laut juga ikut turun. Maklum, dari keseluruhan produksi rumput laut, sekitar 80% untuk ekspor sedangkan untuk kebutuhan domestik hanya sekitar 20%.Sementara itu, Dirjen Perikanan KKP, Ketut Sugama, membenarkan, saat ini harga rumput laut mengalami penurunan. Penurunan karena musim kemarau sehingga kualitas rumput laut tidak terlalu bagus. "Akibatnya harga turun sekitar 40%," kata Ketut Sugama.Selain karena kualitas yang tidak terlalu bagus, turunnya harga rumput laut karena serbuan impor rumput laut. Hal ini terjadi pada rumput laut jenis Gracillaria. Harga rumput laut Gracillaria awalnya mencapai Rp 8.000 per kg. Namun, karena dibukanya keran impor untuk Gracillaria, harganya anjlok menjadi Rp 3.500 per kg. Menurutnya, dibukanya keran impor rumput laut jenis ini karena produksi rumput laut di Indonesia belum cukup untuk memenuhi kebutuhan industri. "Kami akan mempertimbangkan untuk mengevaluasi lagi pembukaan impor rumput laut jenis ini," lanjut Ketut.Sementara itu, Ketut Sugama melanjutkan, pemerintah bakal menyalurkan dana Rp 100 miliar untuk mengembangkan produksi rumput laut jenis. Dana yang berasal dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) akan digulirkan kepada 10 provinsi di antaranya, Bali, Lombok, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo. Selain itu juga dana juga akan diberikan di wilayah Halmahera, Banten, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara dan Biak."Wilayah Indonesia Timur memiliki potensi yang cukup banyak untuk mengembangkan rumput laut," kata Ketut. Dana PKBL tersebut untuk kebutuhan petani seperti benih, prasarana dan teknik penjemuran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini