JAKARTA. Setiap kali mempublikasikan kinerja, bankir selalu membangga-banggakan keberhasilan menekan biaya dana. Mereka mengklaim sukses memperbesar dana murah. Artinya, bank semakin efisien. Dana mahal adalah simpanan berjangka atau deposito. Sedangkan dana murah mengacu ke tabungan dan giro. Saat ini bunga deposito mulai dari 5% per tahun. Bandingkan dengan bunga tabungan dan giro yang berkisar 0,2% hingga 1,5% per tahun. Prinsipnya, semakin besar porsi deposito, semakin besar biaya dana. Bank mendistribusikan beban dana tersebut ke debitur dalam bentuk bunga kredit tinggi. Maka itu, Bank Indonesia (BI) meminta bank memperbaiki struktur dana mereka agar bunga kredit lebih murah.
Jika melihat data BI terkini, perbankan bisa dibilang lebih efisiensi. Setahun terakhir sampai September 2012 atau year on year (yoy), deposito tumbuh 14,9%. Sedangkan tabungan dan giro masing-masing meningkat 23,14% dan 25%. Betul, porsi deposito terhadap DPK berangsur turun, tapi bukan berarti biaya bank menjadi lebih murah. Andaikan BI memverifikasi lebih jauh data-data pengumpulan dana akan terlihat bahwa sebenarnya perbankan masih jorjoran di biaya dana. Pangkal masalahnya ada di kemasan produk. Banyak bank menawarkan tabungan, tetapi skemanya mirip deposito. Mulai dari besaran bunga hingga jangka waktu penyimpanan. Produk tabungan berbau deposito ini memang menjadi tren. Bank berlomba-lomba menawarkan skema paling menggiurkan demi mengamankan pasokan dana pihak ketiga (DPK). Maklum, selama krisis global belum jelas endingnya, ancaman paceklik likuiditas bakal terus menghantui. Sebagian besar bank, terutama bank kelas menengah, menjajakan produk ini. Sedangkan bank kelas kakap, yang unggul di teknologi, layanan dan jaringan kantor, tidak terlalu tertarik berebut nasabah dengan cara seperti itu. Mereka merasa cukup menawarkan tabungan yang dibungkus undian. Seperti apa produknya, KONTAN mengulas tawaran dari Bank Mutiara, Bank Internasional Indonesia (BII) dan OCBC NISP. Ketiga bank ini dipilih karena cukup aktif mengiklankan produk-produk mereka. BII dan OCBC NISP menawarkan produk relatif mirip. Keduanya mengimingi-imingi hadiah gadget, smartphone dan emas untuk setoran tabungan dalam jumlah tertentu dan pada periode tertentu. Sedangkan dagangan Bank Mutiara lebih spektakuler; menabung berhadiah mobil. BII menawarkan tabungan mulai dari Rp 25 juta hingga Rp 100 juta. Jangka waktu penyimpanan (lock up) antara tiga tahun hingga lima tahun. Semakin besar simpanan dan semakin lama tenornya, semakin menarik hadiahnya. Ebiet, petugas call center BII, menjelaskan, untuk tabungan senilai Rp 25 juta dengan masa lock up lima tahun, nasabah akan mendapatkan BlackBerry Dakota. Jika tabungan senilai Rp 100 juta, dengan penyimpanan 4 tahun, nasabah mendapatkan MacBook Air plus iPad dan iPhone. "Nasabah juga memperoleh bunga tabungan sebesar 1% per tahun," katanya, Selasa (4/12). Produk ini mengenakan penalti bagi nasabah yang mencairkan dana sebelum masa lock up berakhir. Nasabah yang mengambil paket tabungan Rp 50 juta dengan tenor 4 tahun, penaltinya Rp 12 juta. Sedangkan yang bertenor 5 tahun, penaltinya Rp 15 juta. Untuk paket tabungan Rp 100 juta, dendanya lebih besar lagi. Mulai dari Rp 17 juta hingga Rp 33 juta, tergantung masa kontrak. Produk Bank Mutiara lebih spektakuler lagi. Nasabah yang memiliki tabungan Rp 400 juta atau Rp 450 juta bisa langsung mendapatkan Mitsubishi Mirage atau Avanza. Tapi, tabungan ini harus dikunci selama 8 tahun. "Nasabah juga memperoleh bunga 0,2% per tahun," kata Heru, petugas call center Bank Mutiara.Bank Mutiara juga memberi opsi masa lock up yang lebih singkat, yakni 1 tahun, dengan hadiah yang sama. Tapi, nilai tabungannya senilai Rp 3,2 miliar untuk mendapatkan Mirage dan Rp 3,5 miliar untuk Avanza. "Merek lain juga bisa, nanti kami siapkan skema produknya," kata Heru. Hanya beda kemasan Produk BII dan Bank Mutiara ini memang bertajuk tabungan dan berbunga tabungan. Tapi masa penguncian dana dan nilai hadiah langsung, membuat produk ini lebih mirip deposito. Ambil contoh produk tabungan BII senilai Rp 30 juta dengan lock up empat tahun dan berhadiah BlackBerry Dakota. Jika nasabah mendepositokan dana senilai yang sama dan tenor sama, nasabah akan memperoleh bunga seharga BlackBerry Dakota. Saat ini harga BlackBerry Dakota Rp 4,7 juta hingga Rp 5,3 juta. Sementara bunga deposito BII sekitar 4,5%. Jika mendepositokan dana Rp 30 juta, nasabah memperoleh bunga Rp 1,35 juta per tahun atau Rp 5,4 juta selama empat tahun, sebelum pajak. Begitu pula tawaran Bank Mutiara, sebenarnya tak spektakuler amat. Taruh kata harga Avanza adalah Rp 165 juta. Artinya, jika dikunci selama delapan tahun, nasabah meraih imbalan 5,4%- 5,5% per tahun, sudah termasuk tambahan bunga 0,2% per tahun. Imbalan ini nyaris sama dengan bunga deposito. Sudah begitu, dananya dikunci selama delapan tahun pula. Jadi, ini teknik membundel produk. Kemasannya tabungan, tapi isinya deposito. Bank lebih untung karena dana nasabah terkunci selama tiga tahun. Jika ditempatkan di deposito reguler, nasabah bisa kapan saja pindah ke bank lain. Direktur Ritel Bank Mutiara, Benny Purnomo, menjelaskan tabungan berhadiah mobil merupakan salah satu strategi meraup DPK di tengah ketatnya persaingan antar bank. "Biayanya lebih murah dari deposito makanya disebut tabungan. Hitung-hitungannya rahasia dapur," ujarnya. Tahun ini Mutiara menargetkan DPK sebesar Rp 12,6 triliun tumbuh 12,5% (yoy). Hingga November 2012 sudah terkumpul sekitar Rp 12,2 triliun. Tahun depan Mutiara menargetkan pertumbuhan DPK 20%. Ia memprediksi, persaingan meraih dana dengan produk semacam ini bakal semakin kencang.Ekonom Tony Prasetiantono mengatakan, untuk mencapai target efisiensi, bank harus mulai mengurangi pemberian hadiah kepada nasabahnya. "Praktik tersebut masih marak karena bank ingin mengamankan likuiditas," katanya, beberapa waktu lalu.
Ekonom LPS, Mohammad Doddy Arifianto, mengatakan LPS tidak bisa melarang bank memberikan hadiah. LPS tidak bisa mengintervensi sebab Undang-Undang (UU) tidak memberi LPS kewenangan menghukum bank. Namun, LPS memasukkan hadiah langsung, atau yang diberikan tanpa undian, sebagai komponen bunga. Sementara hadiah yang didapat dari undian tidak dihitung sebagai bunga. "Jika bank bermasalah kami akan hitung itu semua. Bila melampaui bunga penjaminan kami anggap mereka sudah paham simpanan mereka tidak dijamin," ujarnya. Untuk menghindari masalah dikemudian hari, LPS mewajibkan bank membuat surat perjanjian. Isi surat itu menyebutkan, nasabah memahami bila bank bermasalah, maka dana mereka tidak akan mendapat jaminan LPS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie