Kembangkan ekspor, inilah kendala yang dihadapi produsen kaca



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah penguatan kurs dolar AS terhadap rupiah, para produsen kaca lokal melihat adanya prospek untuk meningkatkan penjualan ekspor. Hanya saja, peluang tersebut masih terkendala oleh biaya produksi industri kaca di Indonesia yang belum kompetitif.

Yustinus Gunawan, Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) tak menampik bahwa di tengah pelemahan kurs rupiah ini, peluang peningkatan ekspor oleh produsen kaca kian terbuka. Apalagi asosiasi mencatat porsi ekspor Industri kaca nasional rata-rata masih di kisaran 25%-35% tiap tahunnya.

"Karena biaya produksi tinggi akibat harga gas bumi yang tetap tinggi, akibatnya daya saing kaca lembaran Indonesia masih lemah untuk memenangkan pasar global," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (14/10). Meski demikian produsen kaca lokal tetap meladeni permintaan ekspor, walaupun belum meningkat secara signifikan.


Mengenai realisasi produksi dan penjualan kaca nasional sampai kuartal-III 2018, menurut Yustinus masih sesuai dengan target awal yakni berkisar 4,5%-5% year on year (yoy) mengikuti pertumbuhan ekonomi makro Indonesia. Sedangkan sampai akhir tahun nanti, asosiasi memproyeksi total volume produksi kaca nasional mencapai kisaran 1,2 juta ton.

Sementara itu, PT Mulia Industrindo Tbk (MLIA) memanfaatkan penguatan kurs dollar AS kali ini dengan memperkuat penjualannya di tingkat lokal ketimbang ekspor. Perseroan melihat kesempatan untuk mempenetrasi pasar domestik yang lebih memilih produk lokal lantaran produk impor tengah mengalami kenaikan harga akibat fluktuasi kurs.

Henry Bun, Corporate Secretary PT MLIA mengatakan porsi penjualan lokal dan ekspor di tahun ini diperkirakan tidak banyak berubah dibandingkan tahun lalu. Yakni, sekitar 65% untuk domestik dan 35% di penjualan ekspor.

Menurutnya, perseroan menjaga keseimbangan permintaan agar kapasitas produksi pabrikan dapat terserap dengan baik. Sementara untuk pasar domestik, kata Henry, dengan naiknya harga dollar ada kecenderungan permintaan kaca lembaran impor jadi tertahan.

"Sebab kalau impor tentu cost-nya lebih mahal, sementara kami tetap bisa suplai dengan produk yang kualitasnya baik," sebut Henry. Dari segi harga, manajemen mengaku produk kaca lembaran lokal cukup bersaing dengan produk impor.

Saat ini, bahan baku produk kaca lembaran 50%-nya masih dibeli dengan dollar AS. Kondisi ini menyebabkan MLIA telah menaikkan harga produknya dengan kisaran 5% dibandingkan tahun lalu. Meski harga naik, perseroan masih melihat permintaan akan produk kaca lembaran tetap ada dan bertumbuh.

Oleh karena itu, Henry mengatakan MLIA optimistis untuk mematok target pertumbuhan kisaran 5%-6% sampai akhir tahun ini. Sebab dari industri downstream diperkirakan masih banyak yang menyerap kaca lembaran.

Mengintip perolehan kinerja keuangan MLIA di semester-I 2018, penjualan bersih perseroan tumbuh 3% menjadi Rp 3,12 triliun, dimana pada periode yang sama tahun lalu Rp 3,03 triliun. Sedangkan beban pokok penjualan turut meningkat 3,5% menjadi Rp 2,6 triliun year on year (yoy).

Adapun laba kotor MLIA tumbuh kurang dari 1% menjadi Rp 523 miliar, namun beban keuangan dan administrasi mampu ditekan secara maksimal. Sehingga MLIA berhasil memperoleh laba bersih Rp 87,3 miliar, dimana pada semester-I tahun lalu perusahaan mencatat rugi bersih Rp 98 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie