Kemdag kembali berlakukan bea keluar ekspor CPO



JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemdag) memutuskan kembali mengenakan Bea Keluar (BK) untuk ekspor produk minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO). 

Pengenaan BK ini diputuskan pasca harga CPO di pasar global mulai menggeliat dan melewati batas yang ditetapkan pemerintah atas pungutan  bea keluar.

Untuk periode bulan Mei 2016, Kemdag menetapkan harga referensi produk CPO sebesar US$ 754,1 per metrik ton. Penetapan harga referensi itu naik 10,52% dari periode bulan April 2016 yang sebesar US$ 682,32 per metrik ton. 


Penetapan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29/MDAG/PER/4/2016 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang dikenakan BK.

Karyanto Suprih, Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri mengatakan  harga patokan ekspor dan harga referensi CPO Mei 2016 ditetapkan setelah menyikapi perkembangan harga komoditas, baik nasional maupun internasional.  

"Meningkatnya harga referensi CPO saat ini akibat semakin menguatnya harga internasional untuk komoditas tersebut," uajr Karyanto akhir pekan lalu.

Pengenaan BK CPO untuk bulan Mei 2016 ini juga sesuai dengan yang tercantum pada lampiran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2015 bahwa harga CPO diatas US$ 750 dikenakan BK mulai US$ 3 per metrik ton.  

Harga referensi CPO saat ini untuk pertama kalinya sejak Oktober 2014 berada di atas ambang batas pengenaan BK di level USD 750 sehingga pemerintah mengenakan BK untuk ekspor CPO

Dengan demikian, untuk pertama kalinya pula eksportir CPO pada bulan Mei 2016 ini akan dikenakan dua pajak sekaligus, yakni pungutan ekspor CPO atau CPO Fund dan juga BK.

Harga bisa naik lagi

Meski akan dikenakan pajak berganda, tapi para eksportir CPO ini mengaku tak keberatan. Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor mengaku tak keberatan jika pengusaha harus merogoh kocek tambahan untuk BK CPO di bulan ini.

Pasalnya, keputusan baru tersebut telah diketahui semua pengusaha kelapa sawit  di Indonesia dan telah menjadi kesepakatan bersama. 

Namun, kesepakatan pembayaran BK di era CPO Fund ini telah disepakati, yakni membayar persentase BK sesuai negara tujuan ekspor dan dikalikan harga US$ 750 per metrik ton dikurangi dana pungutan US$ 50 per metrik ton. 

"Pada saat pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit sudah disepakati seperti itu," ujarnya.

Hal senada juga dikatakan Direktur Asian Agri Freddy Widjaya. Dia bilang skema pengenaan BK untuk ekspor produk CPO yang harganya sudah tembus US$ 750 per metrik ton sudah melalui sosialisasi dan diskusi dengan pelaku industri sehingga Asian Agri tidak keberatan dengan keputusan Kemdag mengenakan BK tersebut.

Corporate Affairs Musi Mas Group Togar Sitanggang menambahkan pengenaan BK oleh pemerintah untuk ekspor CPO itu sudah menjadi konsekuensi atas naiknya harga CPO di pasar global.

Adapun Kepala Hubungan Investor PT Sampoerna Agro Tbk Michael Kesuma bilang, ada pengaruh tidak langsung antara BK dengan harga CPO. Dia memperkirakan BK akan membuat ekspor CPO menurun dan pasokan CPO global pun berkurang. 

"Dampaknya, dalam waktu dekat harga CPO akan naik lagi," ujar Michael. Yang pasti, tahun lalu, ekspor hanya menyumbang 1% terhadap total penjualan PT Sampoerna Agro Tbk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan