JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemdag) akan menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia dengan Tiongkok. Untuk itu, Kemdag gencar mempromosikan produk ekspor nasional di provinsi-provinsi seluruh Tiongkok. "Selain itu, pembentukan 'trading house' di Shanghai dan Nanning," kata Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kemendag Nus Nuzulia Ishak ketika menyampaikan sambutan dalam seminar investasi dan perdagangan Indonesia di Nanning, Guangxi, Tiongkok, Sabtu (19/9). Upaya lainnya, kata Nus, adalah mengurangi hambatan tarif dan nontarif untuk produk ekspor Indonesia, utamanya batu bara, bahan kimia, minyak sawit dan turunannya, produk kayu dan kertas serta tekstil dan produk tekstil.
Selain itu, meningkatkan jumlah misi pembelian Tiongkok ke Indonesia, dan mempermudah penyesuaian standar industri dan sanitasi produk unggulan Indonesia ke pasar Tiongkok melalui "mutual recognition agreement" (MRA). "Di tengah kondisi pertumbuhan ekonomi dunia serta nasional yang melemah seperti sekarang ini, strategi mendorong ekspor tepat untuk membantu mendorong pertumbuhan ekokomi nasional," katanya. Ia mengharapkan agar devaluasi mata uang Tiongkok, yuan, mampu dimanfaatkan oleh pelaku usaha nasional untuk mendorong ekspor, khususnya untuk produk dengan kandungan lokal yang tinggi, seperti produk pertanian, perikanan, dan perkebunan. Indonesia mencatat bahwa peningkatan arus perdagangan dan investasi Tiongkok ke Indonesia memberikan kontribusi positif bagi Indonesia. Rata-rata pertumbuhan perdagangan Indonesia-Tiongkok, kata Nus, mencapai 6,7% selama 2010--2014. Tiongkok juga telah menjadi mitra dagang terbesar pertama bagi Indonesia dengan total nilai perdagangan mencapai US$ 48,2 miliar atau melebihi seperempat dari total perdagangan Indonesia dengan dunia pada tahun 2014. Pada periode Januari--Juni 2015, total perdagangan kedua negara mencapai US$ 22,3 miliar atau turun 8,96% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, kata Dirjen, neraca perdagangan kedua negara pada tahun 2014 menunjukkan posisi defisit untuk Indonesia sebesar US$ 13 miliar. Defisit itu meningkat 79,61% dibanding 2013 yang sebesar US$ 7,24 miliar. Dirjen menyampaikan bahwa terdapat komitmen tingkat tinggi, yaitu pada saat Presiden RI Joko Widodo bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jian Ping pada kesempatan Konferensi Asia Afrika di Jakarta pada Mei 2015. Kedua pemimpin negara telah sepakat untuk merealisasikan target perdagangan bilateral sebesar US$ 150 miliar pada tahun 2020.
Demikian pula, hasil kunjungan Presiden RI ke Beijing pada bulan Maret 2015 membuahkan komitmen bahwa pemerintah Tiongkoke akan mendorong pengusahanya untuk melakukan lebih banyak impor dari Indonesia serta mendukung pengusaha Indonesia dalam melakukan promosi dagang di Tiongkok. Seminar tersebut dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan China-ASEAN Expo (CAEXPO) yang dibuka secara resmi pada hari Jumat (18/9) dan berakhir pada hari Senin (21/9). Indonesia terlibat dalam expo itu dengan menampilkan Paviliun Indonesia serta Paviliun Provinsi Riau yang menjadi salah satu "city of charm" dalam kegiatan tersebut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Havid Vebri