Kemenag Lakukan Negosiasi Harga Hotel untuk Calon Jemaah Haji 2023



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Agama (Kemenag) dan DPR bersama stakeholder terkait terus menggodok besaran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar jemaah.

Seperti diketahui, Kemenag mengusulkan rerata Bipih tahun 2023 sebesar Rp 69,19 juta. Jumlah tersebut adalah 70% dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp Rp 98,89 juta.

Adapun, pada tahun 2022 BPIH sebesar Rp 98.379.021,09 dengan komposisi Bipih sebesar Rp 39,88 juta (40,54%) dan nilai manfaat sebesar Rp 58,49 juta (59,46%).


Hal itu terjadi karena perubahan skema presentase komponen Bipih dan nilai manfaat. Pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70% Bipih dan 30% nilai manfaat untuk BPIH tahun 2023. 

Baca Juga: Anggaran Kesehatan Haji 2023 Sebesar Rp 389 Miliar

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief menjelaskan, layanan haji terdiri dari berbagai aspek yang saat ini telah masuk pada situasi pembiayaan dan pelaksanaan haji yang normal. Setelah sebelumnya terdampak karena adanya Covid-19.

Mengenai pembiayaan, Hilman menuturkan, Kemenag dalam menyusun pembiayaan haji tidak lepas dari pembiayaan di tahun-tahun sebelumnya. Kemenag mengidentifikasi mana saja item yang bisa disesuaikan, item yang mungkin bisa turun, dan item yang indikasinya ternyata ada kenaikan.

Hilman menceritakan, situasi hotel di Mekkah dan Madinah belum sepenuhnya pulih. Hotel-hotel banyak terdampak pandemi Covid-19 karena dalam dua tahun kemarin tidak beroperasi dan baru saat ini beroperasi.

Delegasi haji dari berbagai negara pun saat ini sedang berlomba melakukan penjajakan penggunaan fasilitas hotel, dapur, maupun transportasi lokal di Arab Saudi. Dalam kondisi tersebut, Hilman mengatakan, adanya potensi biaya yang kemungkinan naik.

“Untuk hotel hotel tertentu kami sudah mendapatkan informasi kenaikanya tinggi sekali. Tetapi untuk yang biasa kita gunakan ini kita masih negosiasi dengan menggunakan anggaran yang lama,” ungkap Hilman dalam diskusi virtual, Jumat (27/1).

Hilman menyatakan, penyusunan usulan Bipih mempertimbangkan data dan fakta dari berbagai aspek. Misalnya data dari BPKH, prediksi nilai tukar US dollar, prediksi harga minyak dunia yang terkait dengan avtur, prediksi inflasi, serta desain agar keberlanjutan dan keadilan penggunaan nilai manfaat untuk jemaah haji tunggu.

“Kami InsyaAllah dari Kementerian Agama tidak ada niatan untuk memberatkan jemaah, tinggal untuk tahun ini kira-kira biaya moderatnya bagaimana,” tutur Hilman.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka meminta Kemenag secara cermat menganalisis mana saja item yang bisa dilakukan efisiensi. Selain itu, Ia meminta adanya rasionalisasi agar belanja kebutuhan haji bisa lebih efisien. 

Baca Juga: Dirjen PHU Kemenag: Usulan Kenaikan Biaya Haji 2023 untuk Keadilan dan Keberlanjutan

Misalnya mempertimbangkan hal terkait jumlah hari haji, penggunaan kapasitas yang lebih di Bandara Jeddah, dan/atau menjajaki penggunaan Bandara Thaif sebagai Bandara haji.

“Kita ingin titik moderatnya tadi itu misalnya jemaah tidak membayar setinggi Rp 69 juta,” ucap Diah.

Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah menjelaskan, saldo nilai manfaat yang ada pada akhir tahun 2021 mencapai Rp 20 triliun. Lalu nilai manfaat yang digunakan untuk penyelenggaraan haji dengan kuota haji 50% pada 2022 mencapai sekitar Rp 6 triliun.

Artinya, jika biaya Bipih yang dibayarkan jemaah haji tahun 2023 sama dengan jemaah haji tahun 2022, maka nilai manfaat yang dibutuhkan sekitar Rp 12 triliun.

Oleh karena itu, saldo nilai manfaat yang tersedia bagi jemaah haji tahun 2024 hanya sebesar Rp 2 triliun – Rp 3 triliun.

Baca Juga: Soal Usulan Kenaikan Biaya Haji, Kepala BPKH: Sangat Masuk Akal

Fadlul mengatakan, apabila biaya Bipih jemaah haji tahun 2024 sama dengan biaya Bipih tahun 2022, maka nilai manfaat yang dibutuhkan adalah sekitar Rp 12 triliun. Artinya, kekurangan besaran nilai manfaat sekitar Rp 9 triliun diambil dari dana pokok haji.

“Oleh karena itu makanya kenapa kemudian usulannya menjadi 70% (Bipih), 30%, (nilai manfaat),” ujar Fadlul.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi