JAKARTA. Pernikahan siri atau pernikahan tanpa melibatkan pencatatan hukum dinyatakan sebagai pelanggaran hukum oleh Kementerian Agama. Alasannya, pernikahan siri melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 yang menyatakan bahwa setiap pernikahan harus diawasi oleh pegawai pencatat pernikahan. ”Jasa pernikahan siri umumnya diiklankan di internet atau poster-poster. Itu pun melanggar hukum UU Pernikahan dan UU Administrasi Kependudukan. Iming-imingnya ialah menikah di kantor urusan agama (KUA) mahal dan merepotkan,” kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag) Machasin, Rabu (24/12) lalu. Menurut Machasin, biaya pernikahan siri justru jauh lebih mahal. Untuk setiap pernikahan diperlukan biaya sekitar Rp 2,5 juta hingga Rp 7 juta. Padahal, biaya pernikahan di KUA gratis. Mempelai hanya perlu membayar biaya operasional sebesar Rp 600.000 untuk memanggil petugas pencatatan sipil jika pernikahan tidak di KUA.
Kemenag: Pernikahan siri sebagai pelanggaran hukum
JAKARTA. Pernikahan siri atau pernikahan tanpa melibatkan pencatatan hukum dinyatakan sebagai pelanggaran hukum oleh Kementerian Agama. Alasannya, pernikahan siri melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 yang menyatakan bahwa setiap pernikahan harus diawasi oleh pegawai pencatat pernikahan. ”Jasa pernikahan siri umumnya diiklankan di internet atau poster-poster. Itu pun melanggar hukum UU Pernikahan dan UU Administrasi Kependudukan. Iming-imingnya ialah menikah di kantor urusan agama (KUA) mahal dan merepotkan,” kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag) Machasin, Rabu (24/12) lalu. Menurut Machasin, biaya pernikahan siri justru jauh lebih mahal. Untuk setiap pernikahan diperlukan biaya sekitar Rp 2,5 juta hingga Rp 7 juta. Padahal, biaya pernikahan di KUA gratis. Mempelai hanya perlu membayar biaya operasional sebesar Rp 600.000 untuk memanggil petugas pencatatan sipil jika pernikahan tidak di KUA.